Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spiritualitas Reformed

5 Maret 2018   20:50 Diperbarui: 23 Agustus 2018   21:45 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari semua penjelasan di atas terlihat bahwa postmodernisme tidaklah seburuk yang diduga banyak orang. Seolah-olah Allah tidak sanggup lagi mengontrol semua kebusukan yang sedang berlangsung. Allah tetap mengatur setiap zaman dan mengerjakan kebaikan di dalamnya (Rm. 8:28). Apa yang terjadi justru menunjukkan kebenaran Alkitab. Manusia postmodern sedang berusaha mengisi kekosongan dengan hal-hal yang semu dan tidak mungkin memuaskan mereka. Manipulasi psikologis, motivasi emosional, dan meditasi panteistik justru dapat dipakai Allah untuk menawan mereka dengan kekosongan supaya hati mereka disiapkan bagi Injil yang mengubahkan dan memberi damai sejahtera.

Apakah spiritualitas Reformed mampu menawarkan spiritualitas yang relevan dengan situasi di atas? Apakah teologi Reformed hanya melulu sebuah pergumulan intelektual yang teoritis tentang hal-hal yang abstrak dan metafisik? Sama sekali tidak! Dalam pembahasan selanjutnya, kita akan melihat sisi praktis dari spiritualitas Reformed.

Spiritualitas Reformed: aspek eksistensial

Istilah “eksistensial” memiliki beragam arti dan dipahami dalam banyak cara. Tidak jarang makna yang dipetik dari istilah ini cenderung negatif. Kecenderungan ini diidentikkan dengan para teolog eksistensial di era Pencerahan yang mengedepankan otonomi manusia maupun pengalaman subjektif manusia yang tidak terkontrol oleh kebenaran yang objektif. Dalam artikel ini istilah “eksistensial” dipahami secara netral dalam kaitan dengan pengalaman seseorang bersama Allah.

Bagian ini akan menunjukkan bahwa spiritualitas Reformed seharusnya tidak kering seperti yang dituduhkan banyak orang. Spiritualitas Reformed lebih dari sekadar kumpulan proposisi teologis-filosofis tentang Allah. Dalam tradisi Reformed, spiritualitas tidak boleh diidentikkan dengan pengetahuan teoritis. Kenyataannya, salah satu karakteristik dari teologi Reformed bahkan adalah “theology as a practical science.”

Memaparkan spiritualitas Reformed secara komprehensif merupakan tugas yang sangat berat bagi siapapun juga. Beranjak dari pertimbangan ini, maka pembahasan aspek eksistensial dalam spiritualitas Reformed hanya akan dilihat dari tiga perwakilan saja: John Calvin, Katekismus Heidelberg, dan J. I. Packer. Pembatasan ini tidak berarti pengabaian terhadap tokoh atau dokumen yang lain. Bagaimanapun, dalam ruang yang terbatas ini seleksi tetap harus dilakukan dan semoga pemilihan ini tidak mengecewakan.


Beberapa orang terhalang untuk berjumpa dengan Tuhan karena hambatan intelektual. John Calvin menuliskan buku Institutes of Christian Religion dengan tujuan agar pembacanya bisa membaca Kitab Suci dengan baik. Pada saat ia mengajarkan tentang apapun, logika selalu ditempatkan setelah apa yang ditulis di dalam Alkitab. Penjelasan logis terhadap sebuah ayat akan ia berikan setelah mempelajari sampai ke teks aslinya. Demikian pula ketika ia hendak menyanggah pandangan orang lain. Pendeknya, ia adalah seorang ahli biblika yang brilian.

Lebih dari sekadar ahli biblika dan penulis sistematika teologi, Calvin sebenarnya sangat menekankan aspek praktis dari pengajarannya. Sesuatu yang luar biasa dituliskan oleh John T. McNeill mengenai teologi Calvin, “His piety described at length” (bdk. 1Pet. 1:16). Bagi Calvin, Alkitab adalah dasar dari spiritualitas yang benar.

Bahkan salah satu biografi tentang John Calvin menuliskan bahwa ia tidak mau diganggu sedikitpun saat sedang belajar. Sampai suatu ketika ada seseorang yang memiliki kebutuhan mendesak untuk bertemu dengan Calvin. Ketika ia masuk ke ruang belajarnya, Calvin tidak marah. Jawaban Calvin adalah, “Let us find out why God sends you here.” Ini adalah salah satu bentuk penerapan doktrin kedaulatan Allah yang nyata dalam kehidupan Calvin.

Dalam tulisan John Calvin, spiritualitas lebih mengarah pada relasi dengan Allah daripada pengetahuan teoritis tentang Dia. Menguasai teologi sangat berbeda dengan mengenal Allah secara pribadi. Walaupun Calvin diakui sepanjang zaman sebagai seorang teolog yang sangat brilian, tetapi ia tetap meletakkan relasi dengan Tuhan sebagai prioritas tertinggi. Francois Wendel, salah seorang pakar terkemuka dalam studi tentang Calvin menulis demikian, “What interests Calvin is not an abstract knowledge of God such as we might deduce from philosophy; on the contrary, it is a knowledge of what he is in relation to ourselves, the knowledge which, as Luther also taught, brings us to love and fear God and render him thanks for his benefits.”

Allah menyatakan diri-Nya hanya dalam konteks membangun relasi dengan kita. Allah tidak pernah menyatakan diri-Nya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Itulah sebabnnya setiap doktrin yang kita percayai dan pahami harus benar-benar dilakukan secara serius. Biarlah hidup kita dikuasai oleh teologi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun