Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spiritualitas Reformed

5 Maret 2018   20:50 Diperbarui: 23 Agustus 2018   21:45 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman modern ini spiritualitas Reformed yang membumi tetap mendapat perhatian utama. Salah satunya diungkapkan oleh J. I. Packer, seorang tokoh Reformed modern dalam bukunya yang sangat terkenal yang berjudul Knowing God. Dalam karyanya ini Packer menegaskan keterkaitan yang tepat antara doktrin dan spiritualitas. Menuturnya, spiritualitas tidak dapat dibatasi atau diidentikkan dengan pengetahuan teologi yang mendalam, walaupun pengetahuan doktrinal tetap diperlukan bagi spiritualitas yang sejati. Ia mengungkapkan, “There can be no spiritual health without doctrinal knowledge; but it is equally true that there can be no spiritual health with it, if it sought for the wrong purpoe and valued by the wrong standard. In this way, doctrinal study really can become a danger to spiritual life.”

Harus diakui, tidak mungkin ada kerohanian yang sehat tanpa doktrin yang benar. Namun sering kali doktrin yang benar tidak secara otomatis menghasilkan kerohanian yang sehat. Doktrin sering kali menjadi bahaya bagi kerohanian. Hal ini mungkin disebabkan oleh upaya pembelajaran doktrin dengan tujuan yang keliru. Sebagai contoh adalah orang-orang yang bertanya kepada saya hanya untuk mencari pembenaran atas konsep dan tindakannya, bukan secara serius mencari tahu mana yang benar. Memuaskan rasa ingin tahu, meraih kemenangan dalam perdebatan, hanyalah contoh lain dari motivasi yang keliru terhadap pembelajaran doktrin. Teologi seharusnya berujung pada doksologi.

Jika kita tidak melakukan kebenaran, kita hanya bisa menunjukkan orang lain salah, tetapi tidak akan pernah bisa membimbing orang itu ke dalam kebenaran. Hal ini disebabkan karena kita tidak memiliki kesaksian hidup yang persuasif. Pendeknya, teologi yang benar harus berkaitan erat dengan spiritualitas.

Di bagian selanjutnya Packer juga memberikan nasihat praktis tentang bagaimana orang Kristen dapat meningkatkan spiritualitas mereka. Dari sekadar tahu tentang Allah menjadi benar-benar mengalami Allah secara pribadi. Dari sebuah pengetahuan teologis yang teoritis menjadi devosi praktis yang mendekatkan orang percaya dengan Allah. “It is that we turn each truth that we learn about God into matter of for meditation before God, leading to prayer and praise to God”. Jika ini dilakukan secara konsisten, maka orang-orang Reformed akan terhindar dari gejala intelektualisme.

Selama teologi kita tidak membuat kita mengenal dan memuji Dia, maka teologi kita menjadi teologi yang keliru. Buku “The Holiness of God” karya R. C. Sproul sangat membantu kita dalam mengaitkan doktrin dengan spiritualitas.

Konklusi


Tanpa bermaksud menjadikan aliran karismatik sebagai seteru dalam Kerajaan Allah, aliran Reformed seharusnya bisa melakukan lebih banyak hal lagi dibandingkan aliran karismatik. Kalau mereka mencoba menjangkau dan mengisi kekosongan jiwa orang-orang postmodern dengan menawarkan spiritualitas yang sangat praktis tetapi kurang mendasar, maka tradisi Reformed seyogianya mampu menawarkan kedua hal tersebut.

Bukankah seharusnya Injil Yesus Kristus yang benar – kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke surga – yang lebih sering diberitakan? Bukankah khotbah yang Alkitabiah – sesuai dengan maksud penulis Alkitab, berfokus pada teks, dan mendalam – yang lebih dijadikan fokus dalam ibadah? Bukankah khotbah yang benar - tentang dosa dan kesucian hidup - yang lebih sering diperdengarkan daripada hiburan kosong tentang kesembuhan, kemakmuran, mukjizat, dan kesuksesan?

Problem yang dihadapi orang-orang Reformed bukanlah kekeliruan atau keseimbangan. Kelemahan terbesar hanya terletak pada upaya relevansi yang kurang optimal. Orang-orang Reformed terlalu terkungkung dengan mainan baru berupa pergumulan intelektual yang mendalam. Kita lupa melihat sesuatu yang esensial di balik semua diskusi logis tersebut: spiritualitas yang membumi. Kehidupan doa yang teratur, ibadah yang menekankan perjumpaan pribadi dengan Allah, firman Tuhan yang mampu menjawab kebutuhan zaman, dan sentuhan-sentuhan emosi yang wajar dan tepat merupakan hal-hal yang perlu digali ulang dari warisan teologi Reformed yang sangat konsisten dan seimbang.

Karakteristik spiritualitas Reformed bahkan dapat dikatakan sangat biblikal. Kita harus kritis melihat segala sesuatu dari perspektif Alkitab. Penafsiran Alkitab yang benar dan bertanggung jawab mutlak diperlukan dalam memahami segala sesuatu. Jangan sungkan berbeda pendapat dengan pendeta manapun. Jangan sungkan untuk mempertanyakan materi seminar dari pembicara manapun. Pendeta Reformed bukan standar kebenaran. Diri kita sendiri juga bukan standar kebenaran. Firman Tuhan adalah standar kebenaran. Jangan bangga kalau kita lebih banyak tahu kalimat-kalimat terkenal dari tokoh Reformed sekaliber Augustine, John Calvin, Abraham Kuyper, Cornelius Van Til, J. I. Packer, Michael Horton, Richard Pratt, Ravi Zacharias, Steven Lawson, John Piper, Timothy Keller, bahkan Stephen Tong. Semua kutipan dari mereka harus diuji kebenarannya melalui firman Tuhan. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Alkitab harus ditolak. Inilah yang dilakukan para reformator pada waktu mendirikan gerakan Protestan.

Karakteristik spiritualitas Reformed yang lain adalah teosentris. Allah adalah motor penggerak hidup kita. Allah bukan salah satu yang terutama, tetapi satu-satunya! Ia tidak ada bandingannya. Jika kita menempatkan Allah pada urutan pertama dalam prioritas hidup, maka kita telah merendahkan Dia. Sebab Ia masih kita tempatkan dalam kategori yang sama dengan ciptaan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun