Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spiritualitas Reformed

5 Maret 2018   20:50 Diperbarui: 23 Agustus 2018   21:45 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, karakteristik yang lain adalah kristo-sentris (berpusat kepada Kristus). Nasihat Schaeffer patut diperdengarkan kembali bagi gereja-gereja Reformed saat ini, “The first point that we must make is that it is impossible even to begin living the Christian life, or to know anything of true spirituality, before one is a Christian. And the only way to become a Christian is neither by trying to live some sort of a Christian life nor by hoping for some sort of religious experience, but rather by accepting Christ as Savior.” Spiritualitas selalu berkaitan dengan status kita sebagai orang Kristen.

Salib Kristus dan kubur yang kosong harus senantiasa menguasai pemikiran dan gaya hidup kita. Selama kita tidak mampu mengaitkan apapun yang kita lakukan dengan Injil Yesus Kristus, maka kita tidak sedang berada dalam spiritualitas ala Reformed. Apa yang Yesus lakukan dalam karya penebusan-Nya yang sempurna itulah yang menjadikan hidup kita penuh arti. Jika kita tidak tahu apa makna, nilai, dan tujuan hidup kita di dalam Kristus, we are merely existing rather than living.

Spiritualitas tidak selalu hanya berkaitan antara Tuhan dengan kita saja. Relasi kita dengan sesama dan alam juga patut mendapat perhatian. Allah menciptakan kita secara utuh. Ia memberikan mandat untuk menguasai seluruh bumi. Teologi Reformed selalu didasarkan pada wawasan dunia Kristen (penciptaan, kejatuhan, penebusan, pemulihan segala sesuatu). Topik apapun yang kita bicarakan harus berangkat dari pemahaman ini. Apa yang ada dalam penciptaan? Apa yang hilang dan rusak di dalam kejatuhan? Bagaimana penebusan Kristus memulihkan itu semua? Dan bagaimana semuanya akan berakhir dengan harapan yang berujung pada kemenangan? Inilah kerohanian Reformed yang utuh.

Spiritualitas Reformed juga berkaitan erat dengan keunikan, superioritas, dan relevansi kekristenan dengan wawasan dunia yang lain. Setiap wawasan dunia menjelaskan akar persoalan terbesar yang terjadi di dunia ini, beserta dengan solusi yang mereka tawarkan sampai dengan tujuan akhirnya. Kekristenan memenuhi kebutuhan mendasar umat manusia (yaitu relasi kasih) dengan sangat tepat. Ditinjau dari sisi manapun, jawaban (baca: kebenaran) yang disediakan kekristenan jauh lebih baik, masuk akal, dan relevan dibandingkan dengan alternatif lain yang disediakan manusia. Spiritualitas yang sehat dicirikan dengan ketertarikan yang kuat untuk menghubungkan Injil Yesus Kristus dengan kebutuhan mendasar umat manusia. Di luar itu, tidak ada spiritualitas yang bisa memuaskan kita secara utuh. Solusi dan kemenangan sudah ditemukan dalam Injil Yesus Kristus. Kiranya spiritualitas kita selalu berujung pada persembahan hidup yang olehnya Allah dimuliakan dan Kerajaan-Nya terus dikembangkan.

Bacaan penting :

  • Alister E. McGrath, Spirituality in An Age of Change.
  • James Montgomery Boice, The Future of Reformed Theology.
  • Cornelius Van Til, Defense of The Faith.
  • J. Richard Middleton & Brian J. Walsh, Truth Is Stranger Than It Used To Be: Biblical Faith in a Postmodern Age (Downers Grove: InterVarsityPress, 1995)
  • Alister E. McGrath, Intellectuals Don’t Need God & Other Modern Myths.
  • David Tacey, The Spirituality Revolution.
  • John T. McNeill, The History and Character of Calvinism (New York: Oxford University Press, 1954).
  • John Calvin, Institutes of Christian Religion, ed. John T McNeill, trans. Ford Lewis Battles, vol. 20 of The Library of Christian Classics (Philadelphia: Westminster, 1960).
  • Augustine of Hippo, Confessions.
  • Serene Jones, Calvin & The Rhetoric of Piety.
  • Howard L. Rice, Reformed Spirituality: An Introduction for Believers.
  • Francois Wendel, Calvin: Origins and Development of His Religious Thought, translated by Philip Maier (Durham: The Labyrinth Press, 1963).
  • Joel Beeke, Calvin for Today, (Grand Rapids: Reformation Heritage Books, 2010).
  • Abraham Kuyper, “Sphere Sovereignty,” in Abraham Kuyper: A Centennial Reader, ed. James D. Bratt (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1998).
  • Herman Hoeksema, The Heidelberg Catechism (An Expositional): Triple Knowledge, In the Midst of Death [Grand Rapids: Eerdmans, 1943].
  • J. I. Packer, Knowing God (Downers Grove: InterVarsityPress, 1973).
  • R. C. Sproul, The Holiness of God (Tyndale Momentum; 2nd Revised, Expanded ed. edition, July 1, 2000).
  • Francis A. Schaeffer, True Spirituality (Wheaton, III.: Tyndale House Publishers, 1971, 2001).


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun