Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Narasi Sri Patmi: Rintihan Tangis Telinga 2

13 Desember 2020   13:18 Diperbarui: 13 Desember 2020   13:25 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER GAMBAR: DOK. PRIBADI

Rintihan tangis telingaku terdengar oleh dirinya. Aku masih menanti ribuan kalimat itu terucap dari mulutnya. Aku pun tidak ingin terkesan mengemis untuk mendapat jawab darinya. A

khirnya setiap kalimat yang terucap dari mulutnya hanya sebuah bualan untuk meredam tangis. Seperti meredam rengekan anak kecil yang meminta balon. Aku tidak suka! Kugebrak meja sekuat tenaga! Kengerianku sudah keluar karena ia yang memaksa. 

Beraninya dia bersilat lidah dihadapanku. Ragaku terpental. Duduk lagi supaya supaya strategiku dapat berjalan lancar. Sama-sama memainkan strategi dan tahu langkahnya kemana akan berjalan. 

Siapa dia dan siapa aku sesungguhnya? Debaran didadaku semakin memuncak. Tetaplah menjadi dinginnya api. Ujarku dengan tenang, menatap diri yang sempat terpancing dengan permainannya. 

Jika aku mengancamnya, aku akan kehilangan banyak hal termasuk keberadaan suamiku. Kutajamkan lagi pendengaranku, siapa tahu telinganya berbisik kepada telingaku. Ternyata sama, ia masih merintih merindu sapaku. 

Aku masih dingin. Tidak ada hangat untuk mencairkan kebekuan itu. Aku masih bungkam, tidak menghangatkan apalagi menjadi panas lagi. Hanya mematung saja. Terdiam lagi menyembunyikan rahasia besar tentang sebuah kematian dirinya dihadapanku saat ini. Ia jujur atau berbohong, bom waktu dibangkunya sudah terpasang. Apakah aku akan kehilangan sesuatu? Tidak... Mengapa? 

Bersambung... 

Salam, 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun