Mohon tunggu...
Sofiana Raspati
Sofiana Raspati Mohon Tunggu... Mahasiswa

Haloo! selamat datang di profileku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Overtourism di Bali : Antara Popularitas dan Krisis Identitas Pariwisata

8 Juli 2025   06:24 Diperbarui: 8 Juli 2025   06:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bali sudah lama diakui sebagai salah satu tujuan wisata terpopuler di dunia. Keindahan alamnya, warisan budaya yang kaya, dan penduduknya menjadikan pulau ini tempat favorit wisatawan, baik lokal maupun internasional. Walaupun berhasil menarik banyak wisatawan, Bali sekarang menghadapi masalah yang disebut overtourism, di mana jumlah pengunjung melebihi kemampuan lingkungan dan masyarakat untuk menampung mereka. Konsekuensi dari overtourism ini multi-faceted, mulai dari kemacetan di jalan raya, polusi, kenaikan harga properti, hingga pengikisan nilai-nilai budaya setempat. Masalah ini tidak hanya bersifat fisik dan sosial, tetapi juga menciptakan krisis dalam komunikasi pariwisata yang belum ditangani dengan baik. Dalam bidang komunikasi pariwisata, overtourism di Bali mencerminkan kelemahan dalam pengelolaan pesan dan pemilihan target promosi destinasi. Selama ini, Bali dipromosikan sebagai tujuan yang cocok untuk semua orang, tanpa adanya pengaturan mengenai siapa yang sebaiknya datang sesuai dengan karakter lokal. Kampanye promosi wisata yang berlebihan, khususnya di media sosial dan platform digital, sering kali hanya menampilkan aspek komersial dan visual Bali, tanpa memperhatikan nilai budaya dan kemampuan lokal. Sebagai hasilnya, citra Bali sebagai tempat spiritual dan budaya semakin tergantikan oleh pandangan Bali sebagai lokasi hiburan dan tempat pelarian. Ini menunjukkan bahwa komunikasi destinasi yang tidak terencana dapat merusak citra dan mengurangi kualitas pengalaman wisatawan. Media sosial sangat berperan dalam membentuk pandangan wisatawan tentang Bali. Banyak influencer atau pembuat konten yang mempromosikan lokasi-lokasi indah di Bali tanpa menekankan nilai budaya atau etika saat berkunjung. Situasi ini menyebabkan banyak pengunjung datang hanya untuk "mengumpulkan konten" tanpa mengerti norma-norma setempat. Dalam konteks komunikasi pariwisata, keadaan ini menunjukkan pentingnya pengelolaan pesan yang lebih informatif dan terencana. Komunikasi pariwisata seharusnya tidak hanya berfokus pada menarik pengunjung, tetapi juga pada pengenalan nilai-nilai yang perlu dihormati dan dipahami oleh pengunjung. Masalah overtourism juga menghadirkan tantangan dalam komunikasi lintas budaya. Ketika terlalu banyak pengunjung yang datang tanpa memahami budaya setempat, kemungkinan terjadinya konflik sosial menjadi lebih besar. Penduduk Bali sering merasa terganggu oleh perilaku wisatawan asing yang tidak sopan saat berkunjung ke pura, menggunakan pakaian yang tidak sesuai, atau bertindak dengan cara yang dianggap merendahkan nilai-nilai sakral. Komunikasi antarbudaya yang baik seharusnya berfungsi sebagai penghubung antara pengunjung dan penduduk setempat.

Dalam hal ini, komunikasi pariwisata juga berfungsi untuk mendorong dialog budaya dan memperkuat pemahaman antarbudaya, tidak hanya mengedepankan aspek visual promosi destinasi. Untuk mengatasi masalah overtourism, diperlukan metode komunikasi pariwisata yang lebih berkelanjutan. Pemerintah daerah, pelaku industri pariwisata, dan media perlu mulai mengadopsi strategi komunikasi yang tidak hanya fokus pada peningkatan jumlah pengunjung, tetapi juga pada kualitas wisatawan dan pelestarian budaya. Strategi seperti penargetan pasar yang lebih tepat, kampanye pendidikan di media sosial, penggunaan cerita lokal dalam promosi, serta peningkatan kesadaran wisatawan sebelum berangkat dapat menjadi alternatif yang efektif.

Sebagai kesimpulan, masalah overtourism di Bali tidak hanya berkaitan dengan jumlah wisatawan yang datang, tetapi juga mengenai cara Bali ditampilkan kepada dunia. Jika komunikasi pariwisata tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat merusak lingkungan, citra, serta budaya dan identitas tujuan wisata itu sendiri. Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pemangku kepentingan dalam industri pariwisata untuk menerapkan pendekatan komunikasi yang lebih terencana, berkelanjutan, dan peka terhadap budaya setempat, agar Bali dapat terus menjadi destinasi yang unggul, berkelanjutan, dan bermartabat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun