Padahal, BPOM sejatinya memiliki wewenang untuk mencabut izin edar, menarik produk berbahaya dari pasaran, serta menjatuhkan sanksi administratif maupun pidana. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan tugas tersebut masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya hingga hambatan birokrasi. Pendapat ini juga didukung oleh studi Rastiawaty tahun 2024 yang mana pengawasan yang belum optimal dan tidak terkoordinasi secara baik antar lembaga, seperti BPOM dan aparat penegak hukum, berkontribusi pada tingginya peredaran kosmetik ilegal dan menjadi faktor penyebab utamanya.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian systematic literature review di atas, maka alternatif solusi yang diusulkan sebagai rekomendasi kebijakan, antara lain; (1). Penguatan secara komprehensif untuk Sistem Operasional Prosedur (SOP) internal BPOM yang berkaitan dengan pengawasan kosmetik ilegal. (2). Melakukan tinjauan ulang menyeluruh terhadap Sistem Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada untuk menemukan celah atau kelemahan dalam SOP tersebut. (3). Peningkatan kinerja Balai POM dalam pengawasan kosmetik ilegal secara rutin dan terkoordinasi. (4). Memastikan bahwa semua stakeholder Balai POM Daerah dan BPOM secara ketat mengikuti SOP yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugasnya. (5). Peningkatan efektivitas kerjasama BPOM dengan multi sektor dan lintas sektor sesuai dengan peran dan tanggung jawab bidangnya masing-masing untuk menekan peredaran kosmetik ilegal dan pengawasannya. (6). Peningkatan kapasitas kelembagaan BPOM, termasuk sumber daya manusia dan sarana-sarana penunjang kinerja BPOM.
Di akhir tulisan ini dapat disimpulkan bahwa peredaran kosmetik ilegal di indonesia menjadi isu serius yang dipicu oleh tingginya permintaan masyarakat, khususnya pada perempuan terhadap produk kecantikan murah tanpa memperhatikan aspek keamanan dan legalitas produk. Banyak produk ilegal mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, dan steroid yang dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius, mulai dari iritasi hingga kanker kulit. Permasalahan ini dipengaruhi oleh lemahnya pengawasan, ketidakefektifan penegakan hukum, serta minimnya edukasi publik mengenai kosmetik ilegal. Selain itu, celah regulasi terutama terkait praktik maklon tanpa kontak resmi dan lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum turut memperbesar ruang gerak pelaku usaha ilegal. Untuk mengatasi persoalan ini, dapat dilakukannya penguatan dan peninjauan ulang SOP internal BPOM, peningkatan kinerja pengawasan secara rutin dan terkoordinasi, serta penegakan disiplin SOP di seluruh jajaran BPOM. Selain itu, efektivitas kolaborasi dengan multi sektor dan lintas sektor perlu ditingkatkan, didukung oleh penguatan kapasitas kelembagaan BPOM, baik dari sisi sumber daya manusia maupun sarana penunjang. Dengan langkah strategis tersebut, diharapkan peredaran kosmetik di indonesia dapat berlangsung secara aman, legal, serta bertanggung jawab sehingga perlindungan kesehatan masyarakat dapat terjamin.
Tim-1 Advokasi Kesahatan Mahasiswa Promkes Kesmas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;Â Pembina: M. Farid Hamzens. Ketua: Chintia Nosy Nur Aisyah. Anggota: Anggie Eka Lestari, Siti Syafitri Novitasari, Nurchaliza, dan Cherry Athirah Hulwah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI