Mohon tunggu...
Siti Khusnul Khotimah
Siti Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Penulis

Best Article Blog Competition by Mettasik 2022 | Konten PV Tertinggi KlasMiting 2022 | Penulis buku A Good Change (2023). Berbagi seputar pengembangan diri, pola pikir bertumbuh, dan insights dari buku. Temukan saya di media sosial @sitikus.nl ✨

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Syukur

24 November 2024   08:20 Diperbarui: 24 November 2024   08:22 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hatiku tersentuh mendengarnya. Sekarang aku malah bingung. Bertemu Bu Lasi dan mendapat rezeki makan siang gratis adalah anugerah buatku. Di sisi lain, kedatanganku ke warungnya diartikan sebagai rezeki untuknya. Padahal, harga secangkir kopi ini jelas gak seberapa dibandingkan jamuan yang diberikannya padaku.

"Loh, sudah habis? Ayo nambah lagi," ujarnya membuatku tak kuasa menahan tangis.

Sudah diajak makan, dibuatkan teh hangat, disuruh nambah pula? Nikmat mana yang kau dustakan? Tentu saja, kali ini aku menolak. Bisa-bisa sehabis makan aku malah ketiduran di warungnya. Aku meminum teh hangat buatan Bu Lasi dengan perasaan gundah.

Mengapa ada orang sebaik ini? Mengapa aku dipertemukan dengan Bu Lasi setelah merelakan kekasihku pergi menikahi pria terbaik pilihannya? Apa maksud Tuhan di balik pertemuan ini?

"Ibu seneng loh ditemenin makan begini, Nak. Jangan kapok ya, nanti main ke sini lagi."

"Saya yang makasih banget, Bu. Maaf jadi ngerepotin begini."

"Nggak repot lah, Nak. Kebetulan Ibu sudah masak, berarti rezeki kamu makan di sini kan?"

Mendadak aku salah tingkah. Persoalan rezeki dan jodoh adalah bagian dari takdir yang menjadi ketetapan Tuhan. Hampir saja aku menangis karena tak sanggup lagi menahan beban yang menggantung di hati.

"Berarti Ibu ikhlas saya makan di sini?"

"Nak, gak usah khawatir. Besok main lagi ke sini. Selagi Ibu sehat dan ada rezeki, Ibu pasti ajak makan lagi," jawabnya sambil tersenyum. Belum sempat aku menyanggah, ibu melanjutkan kalimatnya.

"Rezeki itu bukan melulu soal uang, Nak. Mungkin warung Ibu sepi dari pagi. Tapi, begitu kamu datang, Ibu senang sekali. Ibu jadi ada teman makan dan teman ngobrol. Jadi, buat Ibu rezeki itu gak selalu diukur dengan uang. Maaf ya Nak, kalau kamu jadi gak nyaman ngobrol sama Ibu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun