Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Piring Kosong: Antara Syukur dan Waswas Menanti MBG

23 September 2025   10:28 Diperbarui: 23 September 2025   10:28 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sambil menunggu kabar baik dari pemerintah, siswa SD Plus Al Ghifari Kota Bandung membawa bekal yang sehat dari rumah. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Sebagai seorang guru dan juga orang tua, saya merasakan dua hal yang bertolak belakang saat mendengar tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah. Di satu sisi, ada rasa syukur yang besar. Program ini, jika berjalan lancar, bisa membantu banyak anak, terutama mereka yang mungkin kekurangan gizi. 

Ada janji-janji bahwa program ini akan menjamin anak-anak mendapatkan asupan gizi yang layak setiap hari. Bagi kami di sekolah, ini terasa seperti solusi nyata untuk memastikan setiap siswa memiliki energi yang cukup untuk belajar. 

Kami tahu betul bahwa perut yang kenyang adalah awal dari pikiran yang jernih. Oleh karena itu, kabar baik ini kami sambut dengan rasa optimis. Kami membayangkan anak-anak akan lebih semangat, lebih fokus, dan lebih sehat berkat makanan yang disajikan.

Namun, di sisi lain, perasaan waswas itu datang. Bukan tanpa alasan, kekhawatiran ini muncul. Kami sering mendengar berita di berbagai media tentang kasus keracunan massal yang menimpa siswa di sekolah lain setelah mengonsumsi makanan dari program sejenis. 

Rasanya aneh dan ironis. Program yang seharusnya memberikan gizi, malah berujung pada keracunan. Tentu saja, sebagai orang tua dan guru, kami tidak bisa menutup mata dari fakta-fakta ini. 

Kami berpikir, "Bagaimana jika hal itu terjadi pada anak-anak kami?" Kekhawatiran ini terus menghantui, menjadi bayang-bayang di balik harapan kami. Kami merasa seperti berjalan di atas tali tipis, antara harapan dan ketakutan.

Kami di SD Plus Al Ghifari, Kota Bandung, hingga saat ini masih menanti program ini. Belum ada kepastian kapan akan dimulai. Sekitar sebulan yang lalu, beberapa perwakilan dari empat dapur penyedia datang ke sekolah kami. 

Mereka hanya melakukan pendataan dan menanyakan jumlah siswa. Kami menyambut mereka dengan baik. Mereka datang satu per satu, menanyakan hal yang sama, mencatat jumlah siswa di buku mereka. 

Kami pikir ini adalah awal yang baik. Kami berharap setelah pendataan, akan ada tindak lanjut, mungkin penjelasan teknis, atau setidaknya jadwal pelaksanaan.

Sayangnya, setelah pendataan itu, tidak ada kabar lagi. Keempat pihak penyedia makanan itu seolah hilang ditelan bumi. Kami kembali ke rutinitas biasa, di mana anak-anak masih membawa bekal dari rumah masing-masing. 

Penantian ini membuat perasaan kami semakin campur aduk. Kami bertanya-tanya, apakah program ini benar-benar akan terlaksana? Jika ya, kapan? Dan yang paling penting, apakah kami bisa menjamin keamanannya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun