Dalam bisnis keluarga, kadang-kadang seorang anggota keluarga terlalu dominan. Gaga, adik bungsuku belum banyak pengalaman. Masih sehijau apel Malang. Karena pengaruh eksternal, ia terlalu dominan sehingga rencanaku dalam mengembangkan bisnis keluarga dari kontrakan menjadi guest house gagal total. Padahal profit bisnis keluarga untuk kepentingan bersama, bukan untukku pribadi. Malah lebih berfokus untuk kepentingan Gaga yang sakit kronis.
Saat itu budget cukup untuk membeli sebuah rumah kayu yang cantik berlantai dua yang letaknya cukup strategis di Kota Bogor.
Selain guest house, aku berencana untuk membuka cafe di lantai bawah yang akan diatur oleh Dani. Ia sangat mahir membuat Western food seperti Chicken Cordon Bleu, creamy mushroom soup, pizza, macaroni schotel, klappertaart, dll. Kalau Mama dan aku itu lebih bisa dalam mengurus guest house. Akhirnya, keluargaku malah membeli rumah yang akhirnya bermasalah sehingga bisnis keluarga pun runtuh. Ya, sudahlah.
Studi Kasus 4: Bisnis Pasangan Tanpa Drama, Berprinsip Kekuatan Cinta
Dulu aku bekerja di suatu UMKM Herbal dengan atasanku adalah pasangan suami istri. Mereka itu sangat pintar dan idealis.
"Pak, mengapa sih pekerjaan Bapak sulit-sulit? Kasihan otaknya. Nanti lelah. Pilih saja pekerjaan yang mudah. Yang penting menghasilkan uang," ucapku lugu.
"Sisca, kita harus terus melatih otak..." ujar atasanku dengan ekspresi terkejut. Ia langsung menceramahiku setengah jam.
Atasanku yang peneliti ini orangnya sabar banget. Tapi pertanyaannya seringkali unik. "Kalau ditampar pipi kirimu oleh konsumen, sikapmu bagaimana?"