Mohon tunggu...
Dr. Agus Rizal
Dr. Agus Rizal Mohon Tunggu... Akademisi

Akademisi dan praktisi di bidang ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koperasi Merah Putih: Jalan Tengah Ekonomi Indonesia

23 Juni 2025   11:41 Diperbarui: 23 Juni 2025   11:41 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi pasar, ekonomi Indonesia tampak seperti kapal besar yang tengah menavigasi tantangan besar tanpa arah ideologis yang pasti. Negara hadir sebagai regulator sekaligus pemain, korporasi tumbuh sebagai kekuatan dominan, dan rakyat sering kali menjadi objek dalam sistem yang mereka sendiri tidak kuasai. Pertanyaan mendasarnya: siapa yang sebenarnya memiliki dan mengendalikan ekonomi nasional? Apakah ekonomi ini masih milik rakyat, atau telah terlepas ke tangan segelintir pemilik modal dan kekuatan asing?

Untuk menjawabnya, kita harus menengok kembali gagasan-gagasan asli para arsitek ekonomi bangsa: Mohammad Hatta, Widjojo Nitisastro, dan Soemitro Djojohadikusumo. Tiga nama besar ini mewakili spektrum pemikiran ekonomi Indonesia---dari rakyat, ke negara, hingga ke pasar. Dan dari ketiganya, kita menemukan benang merah yang penting: ekonomi harus melayani kedaulatan bangsa.

Mohammad Hatta, yang sejak awal dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, melihat ekonomi nasional bukan sebagai alat untuk akumulasi modal, tetapi sebagai sarana pembebasan rakyat. Koperasi bagi Hatta bukanlah organisasi dagang biasa, melainkan bentuk perjuangan---sebuah sistem produksi dan distribusi yang adil, partisipatif, dan menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Dalam kerangka berpikir Hatta, koperasi adalah jalan untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Baginya, jika koperasi tidak diperkuat, maka ekonomi Indonesia akan dikuasai oleh kapitalisme asing, dan rakyat akan kembali menjadi penonton.

Sementara itu, Widjojo Nitisastro datang dengan pendekatan teknokratis. Ia membawa disiplin perencanaan pembangunan ekonomi makro dengan orientasi pertumbuhan. Ia membangun institusi perencana, merumuskan pembangunan lima tahun, dan menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan kerangka yang logis, terukur, dan terencana. Widjojo mungkin tidak menjadikan koperasi sebagai inti perhatiannya, tetapi ia tetap meyakini bahwa negara harus hadir untuk mengatur dan menstabilkan pasar. Dalam pikirannya, bank-bank milik negara, termasuk HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara), adalah alat strategis untuk menyalurkan kebijakan fiskal dan pembiayaan pembangunan.

Berbeda dengan keduanya, Soemitro Djojohadikusumo memosisikan diri sebagai ekonom pragmatis. Ia tidak menutup pintu pada modal asing atau korporasi swasta besar, selama mereka bisa dijadikan alat untuk mempercepat industrialisasi dan pembangunan nasional. Baginya, ekonomi adalah alat kekuasaan. Ia percaya bahwa negara harus memiliki kekuatan di pasar, dan bahwa pembangunan harus digerakkan oleh institusi yang efisien dan berdaya saing, entah itu BUMN, bank negara, atau perusahaan nasional. Meskipun koperasi bukan fokus utama dalam pikirannya, Soemitro tetap melihat pentingnya membangun kekuatan ekonomi nasional yang mandiri dan tidak tergantung.

Dalam konteks kekinian, Indonesia memiliki instrumen strategis yang sangat berdaya: HIMBARA. Bank-bank milik negara seperti BRI, Mandiri, BNI, dan BTN telah menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi dalam era digital, ekspansi layanan, serta mendukung program nasional seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Peran mereka sangat sentral dalam menopang sistem keuangan dan pembiayaan nasional, termasuk bagi pelaku UMKM. Justru dengan kekuatan dan jangkauan mereka saat ini, HIMBARA memiliki potensi besar untuk mengambil peran lebih dalam memperkuat ekonomi rakyat berbasis kolektif, yaitu koperasi.

BRI, misalnya, yang memiliki sejarah sebagai Bank Rakyat Indonesia, bisa memperluas kembali dukungannya terhadap koperasi produksi, koperasi tani dan nelayan, hingga koperasi digital. Kemitraan strategis antara HIMBARA dan koperasi tidak hanya mungkin, tetapi juga perlu dirancang ulang sebagai sinergi antara kekuatan negara dan kekuatan rakyat. Inilah saatnya HIMBARA bukan hanya menjadi penyedia kredit, tapi juga pembentuk ekosistem ekonomi berbasis komunitas dan kedaulatan lokal.

Maka, dalam kerangka inilah muncul gagasan strategis untuk menjembatani nilai-nilai keadilan sosial Hatta, ketegasan perencanaan Widjojo, dan strategi kekuasaan Soemitro. Jalan itu bernama Koperasi Merah Putih.

Koperasi Merah Putih bukanlah koperasi dalam pengertian lama. Ia bukan hanya koperasi simpan pinjam, koperasi sekolah, atau koperasi seremonial. Ia adalah entitas ekonomi rakyat yang dibangun secara modern, profesional, dan berbasis digital. Ia terhubung dengan HIMBARA, difasilitasi negara, dan disiapkan untuk bersaing dalam rantai pasok global. Koperasi Merah Putih bergerak di sektor pangan, energi, teknologi, perikanan, logistik, bahkan fintech dan ekspor. Ia bukan simbol masa lalu, tetapi kendaraan masa depan.

Dalam format ini, koperasi bukan sekadar alat bantu, tapi menjadi aktor utama. Rakyat tidak lagi sekadar pasar, tetapi pemilik dan pelaku utama ekonomi. HIMBARA menjadi mitra utama koperasi, bukan kompetitor. Negara kembali menjalankan fungsinya sebagai pengarah, bukan hanya fasilitator. Dan kekuatan ekonomi nasional benar-benar tumbuh dari bawah ke atas: dari rakyat, oleh rakyat, untuk kedaulatan bangsa.

Kini saatnya Indonesia kembali ke rumah. Bukan rumah yang dibangun oleh pasar bebas atau modal asing, tetapi rumah yang dibangun oleh nilai-nilai gotong royong, kemandirian, dan solidaritas ekonomi. Rumah itu bernama koperasi. Dan dalam wajah baru yang lebih tangguh, profesional, dan berdaulat, rumah itu akan disebut Koperasi Merah Putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun