Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - Pranata Humas Ahli Muda BPSDM Kemendagri dan Psikolog Klinis

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengaruh Media Sosial dan Fenomena Flexing, Apakah Wajar?

8 April 2022   19:38 Diperbarui: 9 April 2022   14:01 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar kata flexing, sederhananya adalah sudah banyak dibahas pada banyak platform media sosial. Bisa dikatakan flexing diartikan sebagai sebuah kegiatan memamerkan kekayaan untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Kata "flex" juga dapat bermakna sebagai kelenturan otot. 

Belakangan, kata flexing menjadi populer dalam pengguna media sosial sebagai sebuah aksi kehidupan sosial untuk memalsukan keadaan dirinya untuk diterima pada lingkungan sosialnya.

Dalam perspektif psikologi, perilaku flexing merupakan kegiatan untuk menyombongkan dirinya sendiri untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sosialnya. 

Kondisi demikian tentunya akan memberikan pengaruh kondisi kesehatan mental seseorang. Salah satu alasannya adalah kondisi memamerkan sesuatu tentunya membutuhkan atensi dari orang lain dan kebutuhan eksistensi untuk menutupi perasaan tidak aman.

Wajarkah perilaku flexing?

Tidak ada yang melarang perilaku flexing sebagai suatu wadah eksistensi diri, namun perlu diketahui bahwa perilaku pamer terhadap beberapa kondisi yang tidak sesuai kenyataan untuk memanipulasi orang lain akan memberikan risiko terhadap kondisi mental individu.

Kondisi gangguan kesehatan mental yang umum terjadi ketika kondisi demikian kita pertahankan sebagai bagian dari kebiasaan perilaku sehari-hari akan menumbuhkan kondisi kurang empati terhadap keadaan sekitar.

Seseorang menjadi mudah narsistik, rendahnya harga diri, mudah diskriminatif, mudah bergantung dengan sudut pandang orang lain, memaksakan diri dengan keadaan, manipulatif, dan kondisi negatif lainnya.

Bagaimana caranya agar kita dapat menyikapi kondisi flexing dengan lebih bijak? Ada beberapa hal yang mungkin dapat kita coba, di antaranya:

1. Tentukan tujuan menggunakan media sosial. Penggunaan media sosial memang telah menjadi kebutuhan bagi manusia dan tidak semua media sosial memberikan dampak yang buruk. Oleh karenanya, dalam memanfaatkan media sosial yang kita miliki, perlu diketahui tujuan dari penggunaan media sosial yang ada. 

Kondisi untuk menyebutkan pencapaian diri di media sosial bila dikelola secara bijak dan tidak berlebihan dapat memberikan dampak yang baik bagi orang lain dan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun