Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - Pranata Humas Ahli Muda BPSDM Kemendagri dan Psikolog Klinis

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengaruh Media Sosial dan Fenomena Flexing, Apakah Wajar?

8 April 2022   19:38 Diperbarui: 9 April 2022   14:01 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media sosial. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Kehadiran media sosial memang tidak dapat dibendung karena dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi semenjak peradaban manusia, maka media sosial merupakan bentuk inovasi untuk memudahkan interaksi. 

Jika dilihat dari sejarah perkembangan media sosial, sesungguhnya sudah cukup lama mungkin dimulai abad ke-19 saat para penemu mesin telegraf mulai memperkenalkan teknologi informasi tersebut sebagai bagian untuk melaksanakan interaksi secara tersurat.

Seiring dengan perkembangan zaman, wajah media sosial menawarkan ragamnya hingga pada tahun 1990-an kehadiran internet berada di tengah kehidupan sosial masyarakat dan menjadikannya sebagai fungsi komunikasi yang paling cepat dan efektif.

Pada tahun 2000-an, pengguna media sosial memiliki peningkatan yang relatif cepat terlebih adanya kemunculan platform jejaring pertemanan sosial secara virtual yang dimulai dari Friendster pada tahun 2002 dimana para pengguna dapat membangun interaksi sosial dari seluruh dunia.

Namun platform tersebut mulai menghilang dan terganti dengan platform media sosial lainnya yang sangat digandrungi oleh generasi muda hingga tua yaitu  Youtube, Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, dan lainnya. 


Bahkan kehadiran jenis media sosial tersebut menumbuhkan karakter sifat baru di kalangan generasi saat kini yaitu fear of missing out (FOMO). 

FOMO sendiri merupakan suatu efek kesehatan mental yang terjadi akibat adanya rasa ketakutan, kesepian, cemas, apabila mengalami ketinggalan informasi yang terjadi di sekitarnya.

Di tengah pengaruh lompatan digital lintas generasi memberikan berbagai dampak tersendiri bagi penggunanya ataupun mempengaruhi gaya hidup masyarakat secara luas. Kehadiran media sosial sudah seperti bahan pokok dan menjadi kebutuhan bagi sebagian kalangan.

Fenomena yang muncul saat ini adalah penggunaan media sosial sebagai sebuah wadah eksistensi diri untuk menampilkan kepada publik beragam prestasi, opini, informasi benar atau pun bohong, pembuktian diri bahkan lebih ekstremnya adalah sebagai ajang untuk memamerkan kondisi diri atau istilah sekarang dikenal dengan kata "Flexing".

Apa sih Flexing?

Mendengar kata flexing, sederhananya adalah sudah banyak dibahas pada banyak platform media sosial. Bisa dikatakan flexing diartikan sebagai sebuah kegiatan memamerkan kekayaan untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Kata "flex" juga dapat bermakna sebagai kelenturan otot. 

Belakangan, kata flexing menjadi populer dalam pengguna media sosial sebagai sebuah aksi kehidupan sosial untuk memalsukan keadaan dirinya untuk diterima pada lingkungan sosialnya.

Dalam perspektif psikologi, perilaku flexing merupakan kegiatan untuk menyombongkan dirinya sendiri untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sosialnya. 

Kondisi demikian tentunya akan memberikan pengaruh kondisi kesehatan mental seseorang. Salah satu alasannya adalah kondisi memamerkan sesuatu tentunya membutuhkan atensi dari orang lain dan kebutuhan eksistensi untuk menutupi perasaan tidak aman.

Wajarkah perilaku flexing?

Tidak ada yang melarang perilaku flexing sebagai suatu wadah eksistensi diri, namun perlu diketahui bahwa perilaku pamer terhadap beberapa kondisi yang tidak sesuai kenyataan untuk memanipulasi orang lain akan memberikan risiko terhadap kondisi mental individu.

Kondisi gangguan kesehatan mental yang umum terjadi ketika kondisi demikian kita pertahankan sebagai bagian dari kebiasaan perilaku sehari-hari akan menumbuhkan kondisi kurang empati terhadap keadaan sekitar.

Seseorang menjadi mudah narsistik, rendahnya harga diri, mudah diskriminatif, mudah bergantung dengan sudut pandang orang lain, memaksakan diri dengan keadaan, manipulatif, dan kondisi negatif lainnya.

Bagaimana caranya agar kita dapat menyikapi kondisi flexing dengan lebih bijak? Ada beberapa hal yang mungkin dapat kita coba, di antaranya:

1. Tentukan tujuan menggunakan media sosial. Penggunaan media sosial memang telah menjadi kebutuhan bagi manusia dan tidak semua media sosial memberikan dampak yang buruk. Oleh karenanya, dalam memanfaatkan media sosial yang kita miliki, perlu diketahui tujuan dari penggunaan media sosial yang ada. 

Kondisi untuk menyebutkan pencapaian diri di media sosial bila dikelola secara bijak dan tidak berlebihan dapat memberikan dampak yang baik bagi orang lain dan diri sendiri.

2. Tidak hanya fokus kepada diri sendiri. Memang betul media sosial yang kita Kelola adalah subjektif dan diperuntukan bagi kepentingan diri sendiri, namun kita juga perlu menyadari bahwa pengikut media sosial kita juga adalah bagian dari lingkaran media sosial yang kita miliki. 

Oleh karenanya, perlu kita lebih memperhatikan unggahan media sosial yang kita miliki dapat melibatkan elemen lain yang lebih dinamis dan tidak hanya berfokus kepada diri sendiri.

3. Membuat konten media sosial yang inspiratif. Unggahan kontan yang tentunya bermanfaat adalah unggahan yang juga memberikan dampak positif dan bermanfaat juga kepada orang lain. 

Agar tidak telihat tidak membosankan, tentunya unggahan dalam konten media sosial kita bukan hanya sekedar pencapaian pribadi namun dapat juga terdiri konten inspiratif, video lucu, kata-kata memotivasi, dan sebagainya.

Perilaku flexing atau kondisi memamerkan sesuatu tidak selamanya negatif dan berdampak yang buruk, namun apabila perilaku yang kita tampilkan sudah dilakukan secara berlebihan dan dilakukan di luar kondisi yang nyata.

Lalu, mempengaruhi orang lain tentunya hal tersebut akan memberikan permasalahan bukan hanya orang lain namun individu bersangkutan. Sikapi secara bijak dan manfaatkan dengan tepat unggahan media sosial kita agar dapat saling memberikan manfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun