[caption caption="Sumber| Ilustrasi| wrtrough.com"][/caption]
Wajah yang mulai keriput dan kehitaman itu terus berjalan, dengan senyum bahagia
menyusuri jalan setapak yang tak asing
Mereka hanya ingin anak-anaknya kelak bahagia
Simple, agar bisa terus melanjutkan pendidikan dan bisa hidup mapan, tidak seperti mereka
Tak ada sedikitpun rasa, keinginan
“kelak, jika anaku sudah mapan, ia pasti akan membahagiakan kami”
Tidak, sama sekali tidak ada sedikitpun rasa itu timbul
Tak pernah ucapan itu keluar, walau tak sengaja mereka lontarkan
Sama sekali aku tak pernah mendengarnya
Ketika azan subuh berkumandang
Selesai berdo'a
Mereka juga hilang dibalik rimbunan pohon bambu dan pekatnya kabut pagi
Aku sendiri masih berselimutkan jarik
Hawa dingin membuatku malas bangun dan bergegas bangkit, Ku tarik kakiku hingga masuk kedalam selimut
Dan ketika ayam berkokok saling bersahutan
Mereka telah kembali dengan keringat yang bercucuran
Matahari mulai menampakan senyumnya
Bapak telah siap untuk menjajakan hasil kebunya ke mana saja
Sepeda ontel yang sudah usang siap menemani perjalanan bapak
menawarkan hasil kebunya
Sedangkan ibu sibuk membuatkan sarapan untuk anak-anaknya
semua harus sarapan sebelum berangkat ke sekolah
Sementara bapak dengan sepeda ontelnya sudah jauh berjalan
dengan senyum dan semangat menawarkan hasil kebun
dari Warung ke Warung, kedai satu kekedai lainya
Jika matahari belum tepat diatas kepala
bapak tidak akan pulang
Jam bapak ya matahari dan alunan adzan dari toa Musholah
Bapak bergulat dengan waktu
mengais rezeki untuk masa depan anak-anaknya
Jika senang selalu dirasakan dengan anak-anaknya
dan jika susah hanya mereka berdua yang merasakanya
Mereka rela makan beras jagung dan anaknya makan beras padi untuk dimasak
jika penen telah tiba, maka beras jagung dan beras padi akan dicampur
dan dimasak dalam satu Priuk
Kini mereka sudah semangkin renta
menikmati sisa hidup dan kebahagiaan
anak-anak kecil yang dulu sudah dewasa dan sudah menikah
serta memberi cucu untuk menarik senyum kebahagiaan
Tangisan dan teriakan si kecil membangunkan ingatan mereka
Ya!, Mereka sudah berhasil mendidik anak- anak yang dulu menjadi semangat hidup
berjuang tanpa kenal lelah
Tak perlu Aku tulis semua kebaikan mereka,
karena akan membutuhkan kertas dan pena sangat banyak
dan aku tak yakin sanggup untuk menulisnya
Mengenal diri sendiri adalah cermin untuk menilai apa yang sudah mereka lakukan sampai detik ini
Setiap hari mereka selalu setia menunggu,
menunggu kiriman uang dari anak-anaknya....?
menunggu kapan anak dan cucunya datang....?
"Jawabnya Tidak", mereka hanya menunggu telpon dari anak-anaknya
Mereka tidak ingin merepotkan anak-anaknya jika harus datang
Ya!, mereka hanya ingin mengetahui kabar anak dan cucunya
Sungguh hanya itu saja mereka sudah sangat bahagia
Air mataku selalu menetes ketika mengingat perjuangan mereka
tak pernah mengeluh ketika masalah datang dan mendera
mendidik anak-anaknya agar selalu dan selalu bersyukur
apa saja yang telah diberikan oleh yang maha kuasa
Tuhan, berikanlah Aku kesempatan untuk selalu membahagiakan hari-hari mereka
walaupun jarak nan jauh berikanlah mereka kesehatan dimasa tuanya
Aku hanya ingin membahagiakan mereka dengan caraku
dengan tanganku sendiri
dengan keringatku sendiri
semoga doaku yang selalu kupanjatkan untuk mereka berdua di kabulkan oleh yang Maha Kuasa. Amin
Cibitung 20150911
Sumber Gambar :wrtrough.com