Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laron-laron Itu Datang Membawa Kutukan

23 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 9 Agustus 2023   09:01 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi laron-laron terbang di bawah lampu bercahaya| sumber artikel.rumah123.com

"Bagaimana sekolahmu hari ini?"

"Baik, Ayah."

"Perutmu pasti lapar. Ayo kita makan di restoran!"

Aku melihat wajahnya dan memperhatikan kondisi tubuhnya. Dia baik-baik saja seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Pikiranku masih belum begitu percaya bahwa Ayah bisa kembali normal. Bagaimana bisa secepat itu? Ayah kemudian bersenandung kecil mengikuti alunan musik dari radio mobil, sebelum berbicara panjang kepadaku. 

"Kau tahu, Anakku, Ayah hanya ingin kau tahu. Kebanyakan orang di dunia ini adalah palsu. Kitalah manusia yang sebenarnya. Lihatlah orang-orang berdasi di gedung-gedung bertingkat, pejabat-pejabat tinggi di televisi, kaum-kaum borjuis di media sosial. Mereka semua orang berdosa. Dunia ini memang dibuat untuk mereka dan bukan untuk kita karena kita berbeda. Tapi kita bahagia dan akan terus bersama,  Ayah, Ibu, dan kau. Mereka mengira keluarga kita kerasukan. Mereka salah. Merekalah yang kerasukan. Mereka semua pembohong, ya, pembohong. Kau jangan percaya. Jadi, Ayah ingin kau mengerti tentang ini."

Sepertinya Ayah mengetahui sesuatu, maka dia ingin aku tahu dan mengerti. Namun, saat Ayah terus-menerus berbicara, mengeluarkan isi kepalanya, aku merasakan dunia menjauh sebab tidak memahami maksud dari perkataannya. Tubuhku mati rasa dan yang bisa kudengar hanyalah suara benturan keras. Aku sempat terhempas sedikit ke depan karena mobil kami tiba-tiba berhenti. Sepertinya kami menabrak sesuatu. Aku melihat Ayah dengan perasaan takut.

Ayah membuka pintu mobil untuk keluar dan aku juga ikut keluar. Apa yang kulihat, astaga! Kami ternyata menabrak seekor anjing liar di tengah jalan. Anjing itu berdarah dan sudah tidak bergerak lagi, ia sudah mati. Ayah menjambak-jambak rambutnya, berputar-putar, menjerit-jerit, dan menangis. Beberapa orang terdekat menghampiri kami dan menenangkan Ayah. Mereka mungkin memahami kalau hewan itu telah melintas dengan tiba-tiba dan sulit bagi Ayah untuk menghindar. Seorang bapak berbaik hati membawa jasad anjing itu untuk dikuburkan.

Beberapa hari setelah peristiwa itu, Ayah lebih banyak termenung. Dia kulihat mulai suka berhubungan dengan Tuhan. Terhampar duduk di atas kain, bersujud dan bersimpuh.

Pada pertengahan bulan berikutnya, Ayah tiba-tiba mengatakan kepada kami kalau dia ingin pergi dalam waktu yang lama. Ibu mengangguk-angguk saja seakan-akan mengerti kalau Ayah tidak akan pernah benar-benar pergi lama seperti yang sudah-sudah. Hingga kemudian, aku dan Ibu dikejutkan oleh berita duka bahwa Ayah mengalami kecelakaan parah di jalan raya dan nyawanya terbang seketika. Ibu menjadi histeris, seperti menyesali tindakannya karena tidak menghalangi-halangi Ayah untuk pergi. Dadaku sesak merasakan kepiluan ini dan sepertinya hantaman hebat telah menimpaku dengan sangat menyakitkan. Selanjutnya, aku dan Ibu hidup penuh kehampaan tanpa Ayah. 

Suatu hari yang lain, hujan turun amat deras. Malamnya laron-laron kembali menyerbu rumah kami. Aku menyangka setelah rumah-rumahan kayu lapuk buatan Ayah hancur, serangga kecil bersayap itu akan menghilang, tetapi ternyata tidak.

Ayah dan laron seperti menyatu dalam ingatanku meski keduanya tidak berhubungan. Mungkin Ayah telah membuat koneksi yang sama dengan laron-laron itu, berbicara kepada mereka tentang dunia dan semua bagian yang berbeda di dalam dirinya dari suatu tempat yang tidak diketahui. Namun, aku tidak akan membiarkan sekumpulan makhluk kecil ini menyapu dan menenggelamkan kehidupan kami lagi sampai tidak ada kebahagiaan yang tersisa antara aku dan Ibu. Sungguh, aku sangat membenci keberadaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun