Mohon tunggu...
Naufa Rafsanjani
Naufa Rafsanjani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebuah Ucapan Manis

28 Juli 2019   22:13 Diperbarui: 28 Juli 2019   22:38 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nana?" 

Panggilan itulah yang aku dengar pertama kali dari bibirnya.

Sungguh, jantung ini kembali berdetak tidak beraturan. Tuhan? Apa ini bertanda aku telah membuka hati kembali. Atau hanya sebuah panggilan biasa saja. 

Apakah benar? Ah, aku tidak memikirkannya. Aku kembali berjalan menelusuri lorong menuju kelas ku.

Sejak tiga hari setelah aku melihat wajahnya dari lorong itu, kini kami kembali berpapasan. Bagaimana mungkin? Bahkan aku tidak mengetahui namanya? "gumamku yang sejak tadi masih membaca buku di meja perpustakaan" 

Namun, tiba-tiba seseorang menghampiriku dan memberikan sebuah buku tebal. Setelah aku mengambil  tangannya, seketika kedua bola mataku membulat. Bagaimana bisa, bukankah ini salah satu buku yang sedang aku cari. Tetapi mengapa dia yang memberikannya kepadaku.

Tanpa berfikir panjang, aku langsung keluar dari perpustakaan dan menuju ke kelas.

"Hei Na, tuh ada yang ngasih cokelat panas ke kamu?"

"Oh, makasih."

Aku menuju ke meja belajarku. Benar saja, sudah tersedia segelas cokelat panas dan sebungkus roti mini berisi cokelat. 

"Hei Na?"

"Eh, Hei? Oh iya, kamu tahu siapa yang taruh ini kemeja ku."

"Hmm, aku tidak tahu Na. Keluar bentar ya?"

"Oke."

Aneh, mengapa hari ini sangat aneh. Tadi pagi, yang biasa nya aku tidak terbiasa berangkat menggunakan taxi tetapi tiba-tiba saja ada yang menjemputku menggunakan taxi. 

Lalu tadi, waktu di perpustakaan. Seseorang memberikan sebuah buku yang dimana buku itu sangatlah mahal harganya.

Dan sekarang, segelas cokelat panas dan sebungkus roti mini isi cokelat berada di atas meja ku.

Berlagan ku letakkan buku itu dan ku ambil segelas cokelat panas. Setelah itu aku mencoba mengambil buku itu, berlagan aku membuka bungkus buku itu. Masih ada segelnya dan buku itu pastilah versi original. Dengan sangat hati-hati aku membuka bungkus itu.

Benar, buku ini versi original. Tapi bagiamana mungkin seseorang membeli buku semahal ini hanya untuk dikasih dengan orang sepertiku. Sedangkan aku saja untuk membeli buku yang versi versi originalnya saja harus menabung dan bekerja sampingan.

20:00 Malam

{Satu pesan masuk ke ponsel ku}

"Hei, ini Nana bukan?"

Aku yang masih asik membaca buku yang baru buka tadi, langsung mengalihkan pandangan ke arah layar ponselku. 

"Iya, ini Nana sendiri? Maaf, ini dengan siapa."

Aku kembali fokus dengan tulisan kecil yang baru saja aku tutup. Namun tiba-tiba ponselku kembali berbunyi. 

{0083117****}

Huft, aku kembali melihat layar ponsel dan jam dinding yang berada di dinding kamar ku.

"Halo?" Ucapku sopan.

"Halo, Nana bukan?"

"Iya, ini Nana. Maaf ini siapa?"

"Ini Dika anak XI IPA 1" 

"Dika?"

07:35 Pagi {Lapangan Sekolah}

Aku sedikit terlambat hari ini, bukan karena aku mendapat telfon dari seseorang bernama Dika. Tetapi karena aku sedang menekuni kegiatan menulis. Tidak tahu mengapa, itu sudah menjadi kewajiban kerjaku setelah sekolah.

"Tumben telat Na," tanya teman yang baris disebelahku.

"Iya ini, tadi bangun kesiangan?" Ucapnya sambil memberi senyuman kepadanya.

"PR Kimia udah kan Na?"

"Oh udah kok?"

07:50 Pagi {Menuju Kelas}

Jujur aku tidak bermaksud untuk menghindar darinya, hanya saja aku masih belum siap dekat dengan teman lelaki. Walupun lelaki itu sangatlah berani untuk bertemu denganku secara langsung atau telah bertemu dengan kedua orang tua ku sekalipun. 

"Nana?"

Aku yang berjalan menuju kelas bersama kedua temanku langsung berhenti dan mengalihkan pandangan kearah suara itu.

"Huft," dia terlihat sedikit berkeringat karena berlari.

"Iya," ucapku.

"Nih."

"Ini apa?"

"Terima aja dulu, aku duluan ya?"

"Oh iya, makasih." ucapku yang masih terlihat bingung dengar kertas putih yang baru saja dikasih oleh lelaki itu.

{Kelas XI IPA 1}

"Dari siapa Na?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu." ucapku cepat. 

Aku mencoba membuka kertas putih itu dengan sembunyi-sembunyi. Agar kedua temanku tidak ikut membacanya.

{Isi Surat}

Hei Nana...

Boleh minta tolong temenin ke toko buku nggak?

Kalau boleh, tungguin di gerbang belakang ya.

Hah, ternyata tidak ada nama pengirimnya. 

14:00 Siang

Aku segera mengambil keputusan itu. Agar aku tidak ikut penasaran juga. Aku mencoba memberanikan diri untuk menemui nya dan menunggu di gerbang belakang sekolah. 

Lima menit kemudian, sebuah motor besar sedang berjalan dari arah tepat setelah gerbang utama. Namun, motor itu berlahan berjalan mengarah dimana aku sedang berdiri. Aku langsung bergegas mengambil seprotan air di saku rok sekolah ku. Jika dia seorang penjahat, aku langsung akan menyemprotkan nya tepat di matanya. 

Deg! Tepat dengan dugaanku, motor itu berhenti di depanku. 

Tangannya mengarah ke helm dan membuka nya. 

"Mau diam disitu aja kamu?" 

"Eh, hmm??" 

"Kenapa? Lo takut kalau gue ngelakuin hal yang macem-macem ama lo."

"Bu.. bukan begitu kak. Aku..."

"Udah, nih pake helm nya."

Aku langsung mengambil helm dari tangannya.

"Tenang, gue udah ijin ke nyokap lo barusan."

"Barusan."

"Kenapa?"

"Mmm, nggak apa-apa kak." 

"Panggil aka Dika, lo ama gue seangkatan kan?"

"Iya."

16:00 Sore

Motor yang membawaku saat ini berhenti tepat di depan gerbangku. Aku berlagak menurunkan kaki dari pijakan motor itu. 

"Hati-hati," ucapnya singkat.

"Eh, udah pulang?" 

"Iya tante," jawabnya. 

"Mamah," ucapku juga.

"Nggak mampir dulu Dika?"

"Nggak tante, Dika langsung saja. Takut mamah nungguin dirumah?"

"Oke deh, salam buat mamah ya?"

"Ya tante."

Dia langsung mengendarai laju motornya dan meninggalkan halaman gerbang depan rumah.

Begitupun juga dengan mamah, dia memasuki rumah dengan wajah tersenyum. Aku menyusul mamah ke dalam rumah.

"Mah," panggilku.

"Hmmm"

"Mamah kenal sama Dika?"

"Kenal dong? Kenapa sayang?"

"Mamah kenalnya udah lama," tanyaku heran.

"Loh kamu nggak ingat siapa Dika?"

"Nggak mah," jawabku sambil menuangkan air ke dalam gelas.

"Ya ampun, kalian satu sekolah bahkan satu angkatan masa nggak kenal."

"Mah?!"

"Fine, dia itu waktu kecil pernah tinggal di disini. Lalu pas papanya pindah kerja keluar kota, jadinya dia harus ikut papahnya. Setelah itu, kalahnya dipindah kerja lagi di jakarta. Makanya namanya langsung hubungi mamah dimana kamu sekolah, biar satu sekolahan saja sama Kamu?"

"Tapi kenapa mamah nggak pernah cerita ke aku, kalau aku punya teman masa kecil." 

"Nggak apa-apa sayang, yang pentungan sekarang udah ketemu lagi kan?"

"Iya mah," ucapku "Nana ke atas dulu mah?"

{Kamar} 

Dia, jadi dia yang ada di album foto itu. Kenapa harus dia. Aku pikir bukan dia? Tapi, ada apa dengan jantung ini. Bukankah awalnya perasaan ini biasa saja. Tetapi setelah mengetahui semuanya, mengapa menjadi tidak beraturan.

Siapa yang tidak ingin berkenalan dengan lelaki tinggi, pintar, kapten basket. Semua remaja perempuan disekolahku justru banyak yang berusaha mendekatinya. Tetapi tetap saja aku melihat usaha itu itu sia-sia. 

Dia tidak seperti lelaki yang lainnya. Bukan, maksud aku bukan seperti itu. Aku hanya melihat dengan apa yang aku lihat saja. 

12:00 Siang

{Sekolah} 

"Dik,"

Seketika bibirku tertutup ketika melihat Dika yang berjalan berdua dengan wanita itu. Ah, mungkin dia kekasihnya Dika. 

Aku langsung mengalihkan pandanganku dan bergegas meninggalkan kantin dan berjalan menuju lorong kelas. 

Mengapa, maksud dia apa selama ini. Apa maksud sikap dia denganku selama ini. Apa karena aku begini, dia menjadi berubah. Entahlah, sudah sejak lama aku menutup perasaan. Namun ketika aku aku mencoba membukanya kembali, semuanya telah menjadi seperti dulu. 

Dika, apa kamu selalu menganggap kata-kata perhatian itu terbilang biasa saja?

Atau itu hanya ungkapan iseng bagimu?

Ah, aku tidak membenci mu Dika? Sungguh, itu bukan hakku untuk membencimu. Bahkan, aku juga tidak mengetahui bagaimana perasaanmu kepadamu. Begitu juga sebaliknya. 

Apa ucapan manis bagimu itu hanya sebuah ucapan untuk menutupi kebohongan belaka bagimu? 

Aku tidak tahu, itu hanya kamu yang mengetahui jawabannya.

Ku harap, jangan kembali untuk menumpang di kehidupan manis baruku saat ini. Karena, saat ini perasaanku sudah tidak bersamamu lagi. Terima kasih untuk perkenalan singkatnya. 

Jakarta, 28 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun