Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa Kau Rana?

31 Mei 2020   13:26 Diperbarui: 31 Mei 2020   13:30 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa yang kamu perhatikan, Lyan," tiba-tiba Rana sudah ada di sebelahku. Sehabis membantu kedua gadis itu makan kepiting aku ke teras menyaksikan salju jatuh. Tanganku saling memeluk hawa dingin sudah merasuk ke dalam jaket. Pertanyaan Rana justru membuatku menjadi tambah dingin.

"Salju jatuh satu-satu mereka tahu kapan jatuh dan di mana harus jatuh," kata-kata meluncur dari mulutku. Mataku masih menatap ke tepi danau yang justru semakin ramai orang yang duduk di tepian danau. Mereka mungkin ingin merasakan angin dan salju danau mendinginkan hatinya.

"Semua ada masanya dan memang harus seperti itu," Rana terbatuk dan memasukkan tangannya ke saku cardigan panjangnya.

"Ayo, kita masuk minum ocha hangat lagi," ajakku pada Rana.

"Ocha yang dihidangkan aku tak suka, Ly," jawab Rana dengan lirih.

"Ah... yang penting panas, atau aku tanya susu vanilla yah, biar hangat badanmu," tanpa sengaja tanganku mengapit tangannya. Terasa dingin sekali tangan Rana dan dia tak membawa sarung tangan. Tetapi Rana tak mengubrisku. Aku tak memaksa mungkin ia perlu menenangkan diri denga suasana dingin. Nanti akan masuk juga kalau sudah terasa dingin, biasanya seperti itu waktu kami syuting di Lembang.

Belum sempat tanganku mengapai pintu restoran kudengar Rana berkata, cukup pelan tetapi terdengar seperti bom dengan mesin waktu.

"Aku suka ocha tapi tidak suka ocha yang pekat, baunya tidak enak," kakiku tertahan mendengar kata-kata Rana. Aku menoleh dan kulihat Rana siap berjalan ke arahku.

Ya... Tuhan apa lagi ini siapa sebenarnya kamu Rana?

Bersambung yah.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun