Mohon tunggu...
Juson Simbolon
Juson Simbolon Mohon Tunggu... Pekerja | Penikmat Medsos

_Kata adalah senjata, foto adalah nada_ Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikkan dan kejahatan) - QS. Al-Balad Ayat 10 Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan - Amsal 18 ayat 12 Astungkara!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bertengkar Dengan Sesama Pendukung Kang Dedi Mulyadi

26 Juli 2025   17:56 Diperbarui: 26 Juli 2025   21:26 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sesama pendukung Kang Dedi Mulyadi (KDM), kali ini saya harus bertengkar dengan Sekretaris Jenderal (Sekjend) Paguyuban Sunda Muda (PSM), Kang Pirmansyah. Pertengkaran ini merupakan upaya menggugat basis berpikir dan respons Kang Sekjend terhadap beberapa fenomena di Jawa Barat, khususnya kebijakan Gubernur KDM dan sejumlah peristiwa penting lainnya.

Sebagai informasi, Kang Pirman adalah salah satu dari sekian banyak anak muda Sunda yang sejak dua tahun lalu menjadi sahabat diskusi saya. Banyak momentum telah kami ciptakan bersama untuk mengasah kecerdasan intelektual dan mempererat kedekatan emosional. Topik yang kerap kami bahas-baik secara terencana maupun spontan-selalu berkisar pada sosok KDM. Kami mengulas gagasan KDM, membedah buku-buku karyanya dengan berbagai pendekatan. Ada tiga pendekatan dasar yang selalu kami gunakan: sejarah, budaya, dan intelektualitas, atau dalam istilah lain: historical, cultural, intellectual.

Sejak pertemuan awal, Kang Pirman dan beberapa rekan lainnya, dalam penilaian saya, termasuk yang sangat bersemangat mendorong lahirnya cahaya pembaruan sebagai harapan baru di Jawa Barat. Layaknya masa Renaisans di Eropa abad ke-14 hingga ke-17 Masehi, kami bercita-cita menghadirkan kembali kebangkitan peradaban dan kebudayaan Sunda, khususnya dalam seni, sastra, ilmu pengetahuan, hingga kepemimpinan di tatar Sunda.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, melalui proses dialektika yang cukup panjang, kami sepakat mendirikan Paguyuban Sunda Muda (PSM) sebagai organisasi strategis jangka panjang. PSM dibangun di atas tiga pondasi dasar sebagai pedoman: historical, cultural, intellectual. Sejak Kongres I di Tangerang Selatan, tagline PSM adalah Yakin, Tigin, Tinekanan. Makna tiga kata ini telah saya uraikan dalam beberapa tulisan sebelumnya.

Sejak PSM berdiri, berbagai gerakan politik telah kami lalui. Dari sekian banyak kerja-kerja politik, yang paling maksimal adalah mendukung KDM saat Pilkada dengan target kemenangan 75% suara. Strategi saat itu meliputi kampanye melalui media sosial, konsolidasi dan mobilisasi di berbagai daerah, serta Bedah Buku KDM berjudul "Orang Sunda Juga Bisa - Pesan Untuk Nonoman Sunda."

Sampai hari ini, PSM tetap bertekad mendukung kepemimpinan Gubernur KDM dalam mewujudkan Jawa Barat Istimewa. Namun, meski kami sama-sama pendukung KDM, kali ini saya harus bertengkar dengan Kang Pirman. Pertengkaran kami menyangkut perbedaan mendasar dalam basis berpikir ketika merespons beberapa situasi di Jawa Barat.

Antara saya dan Kang Pirman, terjadi kontradiksi diametral dalam memandang peristiwa Garut, 18 Juli 2025. Ia sama sekali tidak menyampaikan pendapat dengan pisau analisis yang jelas dan logis, sebagaimana mestinya dalam kerangka berpikir PSM.
Padahal, Kang Pirman dikenal memiliki kemampuan membangun narasi dengan pendekatan historis dan kebudayaan Sunda.

Dalam diskusi via WhatsApp, ia menyampaikan bahwa peristiwa tersebut, serta beberapa kebijakan lainnya, harus disikapi dengan pendekatan doktrin mitologis (cerita-cerita kuno yang mengandung unsur adikodrati). Sebuah pendekatan yang justru mengabaikan faktor-faktor materialis, dialektis, dan logis.

Saya sangat menentang konklusi tersebut. Sebab ia mengabaikan latar belakang terjadinya suatu peristiwa. Saya memahami, Kang Pirman menyampaikan kritik dalam tradisi adab Sunda bersifat semiotik, jenaka, bernuansa sastra, atau satire. Oleh sebab itu, saya tidak mempermasalahkan gaya penyampaian kritik atau analisis jika harus bersifat demkian terhadap peristiwa Garut maupun kebijakan Gubernur KDM lainnya. Yang saya persoalkan adalah mengapa kesimpulannya dikembalikan pada keyakinan mitologis

Padahal, dalam beberapa kasus sebelumnya-termasuk isu infrastruktur jalan di Sukabumi-Kang Pirman sukses menyedot perhatian publik melalui narasi kritis yang tajam. Contohnya adalah narasinya tentang hubungan antara kumis Bupati Asep Jafar dan jalan rusak di Sukabumi.

Dalam tulisan ini, saya menyampaikan pertengkaran ini sebagai bentuk gugatan atas cara berpikir Kang Pirman. Sebab bagi saya, peristiwa di Garut tidak bisa semata-mata dipandang sebagai takdir atau diributkan sebatas "siapa yang salah." Yang paling penting adalah mengajukan pertanyaan mendasar: "Mengapa warga rela berdesakan hanya untuk mendapatkan makanan gratis?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun