Tak lama setelah itu, pertemuan kami benar-benar berakhir. Di luar dugaan, sesi konseling yang semula saya kira hanya obrolan biasa malah membuat saya tercerahkan.
Saya menatap wajah istri saya yang sudah menunggu lama di ruangan lain dengan nanar. Banyak yang ingin saya bicarakan, namun tak mungkin melakukannya di dalam taksi yang kami tumpangi pulang. Saya pun berniat mengajaknya bicara setelah tiba di rumah.
Perjalanan pulang kami cukup panjang, dan saya khawatir akan terasa lebih panjang dari seharusnya. Tapi tangannya yang rela saya genggam sedikit meredam kekhawatiran itu.
Kami sibukan diri dengan mengajak bicara sopir, dan menawarkannya makanan untuk berbuka puasa di perjalanan.
Saya tak memilih sholat maghrib dulu di masjid depan cafe tempat konseling itu. Berbeda dengan sebelumnya, saya masih merasa sudah cukup shaleh saat sholat ashar. Maghrib itu saya merasa sangat hina dan malu, bahkan untuk sholat di depan umum.
Ayat Yang Berkesan
Sebelum berpisah, ia berpesan kepada saya: "Coba lo cari di Youtube ceramah tentang ilmu 'garpu tala', mudah-mudahan lo menemukan titik balik buat menyelesaikan akar masalah lo", pesannya.
Pesan itu saya simpan baik-baik. Rencananya, setiba di rumah saya akan mendengarkan ceramah yang dimaksud. Tapi sebelumnya, saya harus bicara dengan istri terlebih dahulu.
Setiba di rumah, pembicaraan kami berjalan lancar. Kami saling menceritakan jalannya sesi konseling yang kami ikuti.Â
Saran yang ia terima dari Coach-panggilan untuk konselor kami-berbeda dengan saya terima. Coach pun sudah memberitahu saya: "Istri lo pun sudah gue kasih saran. Tentu sarannya beda dengan yang gue kasih ke elo. Gue ga memihak siapapun. Bagi gue lo berdua harus sama-sama berjuang mempertahankan rumah tangga ini".
Malam itu terasa berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Kecupan di keningnya sebelum ia tidur terasa lebih hangat.Â
Saya terus memandangi wajahnya yang cantik. "Kok bisa saya menyakiti hati wanita secantik dan sebaik ini", ujar saya dalam hati.