Namaku Sapna. Aku mahasiswa semester 6 di Universitas Katolik Santo Thomas, Medan. Di balik tumpukan tugas, ujian, dan perkuliahan, ada satu hal sederhana yang selalu membuat hariku lebih hangat: kiriman dari nenek di kampung halamanku, Pakkat sebuah desa kecil di pegunungan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Pakkat mungkin jauh dari sorotan dunia modern, tapi bagi diriku, di sanalah akar dan cinta pertama tumbuh. Nenek adalah sosok yang tak pernah lelah menunjukkan kasih sayangnya, bahkan dari jauh. Meskipun kini aku hidup di tengah hiruk pikuk kota, hatiku tetap tertambat pada kesederhanaan dan ketulusan kampung halaman.
Meski hari ini dunia terasa lebih cepat dan mudah dijangkau, bukan berarti kerinduan bisa ditekan begitu saja. Aku tidak sedang terjebak pandemi, tapi jarak dan kesibukan sering kali membuatku tidak bisa pulang. Kampung dan kota seperti dua dunia yang berbeda, dipisahkan ratusan kilometer dan keterbatasan waktu. Tapi satu hal yang membuat semuanya terasa lebih dekat: paket dari kampung dan nama yang selalu hadir bersamanya adalah JNE.
Beberapa bulan lalu, aku tengah memasuki masa-masa sibuk perkuliahan. Proyek kelompok, presentasi, dan laporan praktikum menumpuk hingga membuat kepala rasanya nyeri tiap hari. Di tengah stres itu, tiba-tiba aku mendapat pesan WhatsApp dari kurir JNE.
"Paket dari Pakkat, Dek Sapna. Bisa ketemu sebentar di depan pagar kos?"
Seketika wajahku cerah. Nenek tidak pernah bilang akan mengirim apa-apa. Dengan cepat aku turun dari kamar kos. Di depan, seorang pria paruh baya berdiri di samping motor beban berat bertuliskan logo JNE. Kotak kardus bersegel rapi ada di tangannya. "Ini dari Ibu Panut, ya."
Aku tertegun. Panut adalah nama nenekku. Begitu kuterima paket itu, hatiku berdebar seperti sedang menerima hadiah dari surga. Di dalamnya ada kopi bubuk kampung, ulos kecil yang sudah diberi wewangian khas, dan kacang garing favoritku semuanya buatan tangan nenek. Tak lupa, selembar surat kecil bertuliskan:
"Untuk Sapna, tetap semangat kuliah ya. Nenek doakan dari jauh. Jangan lupa makan dan senyum."
Air mataku menetes pelan. Di tengah hiruk pikuk Medan, sebongkah cinta dari pegunungan Pakkat sampai tepat di pelukanku, dibawa oleh tangan kurir yang entah sudah berapa ratus kilometer dilaluinya hari itu.
Aku pun sempat berbincang sebentar dengan kurir itu. Namanya Bang Rudi, seorang ayah dua anak. Sudah lebih dari tujuh tahun bekerja sebagai kurir JNE. "Kadang hujan, kadang panas. Tapi saya senang kerja gini," katanya sambil tersenyum meski peluh membasahi wajahnya.
Aku terdiam. Bagaimana mungkin ia bisa tersenyum setelah seharian membawa puluhan paket, melewati kemacetan kota, mengangkat kardus besar ke sana kemari?
"Yang paling menyenangkan itu, kalau lihat orang yang nerima paket senyum bahagia. Rasanya capek langsung hilang," lanjutnya.
Jawaban itu menusuk hatiku. Aku baru sadar, paket dari kampung ini bukan cuma datang begitu saja. Ia melalui tangan-tangan yang kuat, hati yang tulus, dan semangat yang tidak pernah kendur. Kurir JNE seperti Bang Rudi adalah bagian dari kisah inspiratif itu pekerja keras yang sering kali tak terlihat, namun punya peran vital dalam menghubungkan kehidupan.
Dalam satu kesempatan, aku bertanya, "Apa pernah Bang antar paket ke daerah yang susah dijangkau?"
Bang Rudi tertawa. "Sering, Dek. Kadang ke gang-gang sempit, kadang naik ke lantai empat tanpa lift. Pernah juga ke desa yang harus lewat jalan tanah merah. Tapi ya itu, selama alamatnya jelas, kita usahakan sampai. Namanya juga JNE, harus SAT SET!"
SAT SET. Kata itu sekarang begitu melekat dalam pikiranku. Bukan cuma soal kecepatan. Tapi juga soal kesigapan, ketekunan, dan semangat untuk selalu melayani tanpa batas.
Aku membayangkan perjalanan paket dari Pakkat. Mungkin awalnya dijemput dari rumah nenek oleh kurir lokal JNE. Lalu dibawa ke kantor cabang kecil, dipindahkan ke pusat penyortiran, menumpang kendaraan ekspedisi, hingga akhirnya sampai ke Medan. Betapa banyak tangan yang terlibat. Betapa besar energi dan dedikasi yang diberikan. Dan semua itu untuk satu tujuan: menghubungkan hati.
Kini, setiap kali aku membuka pintu dan melihat kurir JNE datang, aku tidak hanya melihat seorang pengantar barang. Aku melihat seseorang yang telah menempuh jalan panjang melewati gang-gang sempit, melawan kemacetan kota, dan kadang harus berhadapan dengan cuaca yang tak bersahabat. Di balik seragam JNE yang melekat di tubuh mereka, tersimpan dedikasi luar biasa yang mungkin luput dari perhatian banyak orang.
Lebih dari sekadar profesi, pekerjaan mereka adalah bentuk pengabdian. Mereka mengantar bukan hanya paket, tetapi juga harapan, kebahagiaan, dan cinta yang dikemas dalam kotak sederhana. Kurir-kurir JNE tak jarang menempuh jarak jauh hanya demi satu alamat tujuan, meskipun harus mendaki tangga empat lantai tanpa lift, menelusuri jalan tanah yang licin, atau menunggu di bawah hujan agar penerima bisa merasakan arti dari sebuah "kiriman tepat waktu."
Mereka adalah pahlawan di balik layar yang tidak banyak disorot, tapi berperan penting dalam kehidupan banyak orang. Dalam setiap langkah mereka, ada semangat "SAT SET" yang nyata: cepat, sigap, dan sepenuh hati. Melihat mereka, aku belajar bahwa inspirasi kadang tidak datang dari sosok besar di panggung megah, tapi dari orang-orang biasa yang bekerja luar biasa. Kurir JNE adalah contoh nyata bahwa kerja keras yang tulus bisa menjadi inspirasi tanpa batas.
Artike ini bukan sekadar cerita tentang paket dari kampung. Tapi tentang bagaimana satu kiriman kecil bisa membawa perubahan besar dalam hidupku. Saat aku lelah dan hampir putus semangat, nenekku mengirimkan sepotong kasih dan JNE menjadi perpanjangan tangan cinta itu.
JNE tidak hanya mengantarkan barang. Mereka mengantar harapan, semangat, dan kehangatan dari tempat yang jauh. Mereka hadir sebagai penghubung lintas generasi dan lintas ruang.
Aku percaya, di usia ke-34 ini, JNE sudah dan akan terus menjadi bagian dari kisah-kisah inspiratif seperti milikku dan banyak anak muda lainnya di Indonesia.
Terima kasih, JNE. Untuk setiap langkah cepatmu yang SAT SET. Untuk setiap peluh para kurirmu. Untuk setiap hati yang kau bantu hubungkan. Dalam hidup mahasiswa rantau seperti aku, kalian bukan sekadar layanan ekspedisi. Kalian adalah penjaga rasa, pengantar harapan, dan sahabat perjalanan yang tak pernah absen hadir di saat paling penting.
#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI