Kasus ini menunjukkan bahwa transaksi modal saham yang menghasilkan keuntungan (capital gain) memiliki konsekuensi perpajakan yang serius apabila tidak dikelola dengan benar.
Kasus 2 Dividen: Pembagian Dividen Tanpa Pemotongan Pajak oleh Perusahaan
PT Nusantara Jaya membagikan dividen sebesar Rp1 miliar kepada para pemegang sahamnya, terdiri dari individu dalam negeri dan satu investor luar negeri. Menurut ketentuan perpajakan, perusahaan wajib memotong dan menyetorkan PPh Final atas dividen sesuai ketentuan:
- 10% untuk individu dalam negeri (Pasal 4 ayat (2) UU PPh),
- 20% untuk luar negeri (kecuali tarif lebih rendah dalam P3B).
Namun, karena ketidaktahuan, manajemen keuangan PT Nusantara Jaya tidak memotong dan menyetorkan pajak dividen sama sekali. Dalam pemeriksaan DJP, ditemukan kelalaian tersebut dan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) serta denda administrasi. Perusahaan menolak melakukan pembayaran dan mengabaikan surat teguran, sehingga diterbitkan Surat Paksa dan berlanjut pada penyitaan aset.
Kasus ini menegaskan pentingnya pemotongan dan penyetoran pajak dividen secara benar dan tepat waktu. Kegagalan melaksanakan kewajiban ini bukan hanya membebani Wajib Pajak dengan utang pajak, tetapi juga dapat berujung pada tindakan hukum.
Kasus 3 Â Capital Gains: Investor Pribadi Menjual Saham di Bursa
Ibu Ratna adalah investor individu yang aktif membeli saham di Bursa Efek Indonesia. Ia membeli saham PT XYZ seharga Rp50 juta dan menjualnya setahun kemudian dengan nilai Rp100 juta. Setiap transaksi saham di bursa dikenai PPh Final sebesar 0,1% dari nilai bruto transaksi, dipotong otomatis oleh sekuritas.
Namun, dalam laporan SPT Tahunan, Ibu Ratna tidak melaporkan penghasilan dari capital gains tersebut. Meskipun pemotongan pajak telah dilakukan oleh pihak ketiga, otoritas pajak melakukan konfirmasi silang (cross check) dan mengeluarkan teguran karena ketidaksesuaian data laporan harta dan penghasilan.
Meskipun Ibu Ratna tidak dikenai kekurangan bayar, ia tetap harus menghadapi pemeriksaan lanjutan dan potensi sanksi atas ketidakpatuhan pelaporan. Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun pajak telah dipotong di depan, pelaporan capital gains tetap menjadi kewajiban pribadi, dan kelalaiannya dapat memicu proses penegakan hukum perpajakan.
Penutup :
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak merupakan mekanisme hukum yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memastikan setiap kewajiban perpajakan, termasuk yang berasal dari modal saham, dividen, dan capital gains, dipenuhi oleh Wajib Pajak secara tertib dan tepat waktu. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban tersebut dapat menimbulkan utang pajak yang berujung pada tindakan penagihan aktif, mulai dari surat teguran hingga penyitaan dan penyanderaan. Oleh karena itu, manajemen pajak yang baik, yang mencakup kepatuhan formal dan material serta penyelesaian tagihan secara cepat, sangat penting untuk menghindari konsekuensi hukum dan finansial yang merugikan. Melalui pemahaman yang tepat serta penerapan strategi perpajakan yang sesuai, Wajib Pajak dapat melindungi diri dari risiko fiskal, menjaga reputasi, serta turut berkontribusi dalam mewujudkan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
Daftar Pusaka :