"Saya dan Mas Arief memang suka sama yang vintage seperti motor, lagu dan gaya-gaya zaman dulu, senang ya. Terus kita tercetus untuk bikin coffee shop yang di luar nalar orang-orang Ciledug. Yang beda gitu ya. Kita mau ngambil yang vibenya beda, kayak di rumah nenek, tahun 70, 80-an. Terus, tembok-temboknya gak ada yang pakai semen, pakai bilik. Ibaratnya di luar Ciledug gitu. Orang taunya kesini tuh kayak bukan di Ciledug. Ada Bali, ada Yogyakarta juga. Intinya etnik, vintage gitu." kata Andik, salah satu pemilik Lawoe Kedai Kopi.
Andik dan Arief memang tak main-main dalam mempertegas konsep Lawoe Kedai Kopi yang etnik dan vintage.
Misalnya untuk memperkuat unsur vintage, Andik sengaja memboyong daun jendela milik neneknya yang telah berumur 150 tahun, untuk dipajang di panggung musik live.
"Jendela yang di panggung itu punya embah gak kepake saya bawa. Umur jendela itu sudah 150 tahun." ungkap Andik.
Selain daun jendela yang berumur 150 tahun, di Lawoe Kedai Kopi juga dipakai meja dan kursi yang terbuat dari barang-barang bekas peninggalan masa lalu. Bahkan beberapa kursi hajatan ada yang bekas dipakai di salah satu kecamatan di Madiun, Jawa Timur.
"Bangku biru besi itu dari Madiun. Bangkunya ada tulisan Namb Lor yang merupakan nama kecamatan di Madiun. Â Meja juga bikinnya berbeda dan pembeliannya juga berbeda. Kaki-kakinya pakai bekas mesin jahit dan atasnya pakai jendela lawas. Jendela-jendela bekas itu dibeli di Tegal dan mesin jahit belas dibeli di Bandung." lanjut pria penggemar lagu-lagu Band The Beatles itu.
Pada bagian kamar mandi, Lawoe Kedai Kopi kata Andik juga mengusung tema vintage dan etnik.
"Kamar mandinya juga kayak di rumah nenek. Konsep ini kita namakan etnik vintage." beber Andik lagi.