Aku mendengar langkah waktu berjalan,
Di lorong sepi yang kau tinggalkan.
Bayang-bayang masa lalu berbisik lirih,
Mengurai kisah yang tak sempat terurai.
Jejak kenangan itu masih di sini,
Terukir di dinding waktu yang beku.
Aku coba menghapusnya dengan debu,
Namun rintik hujan selalu menghidupkannya.
Kau pernah hadir sebagai matahari,
Menerangi pagi yang dingin dan lengang.
Kini kau menjadi rembulan samar,
Hanya datang dalam bayang ingatan.
Aku adalah dermaga yang kau singgahi,
Bukan laut yang kau arungi selamanya.
Langkahmu pergi tanpa menoleh,
Sementara aku tetap di tempat yang sama.
Ada debar yang tertinggal di dada,
Nada-nada sendu dalam nyanyian malam.
Aku merajut sepi dengan benang rindu,
Menggulungnya dalam diam yang pekat.
Masa lalu menari di balik jendela,
Mengintip dari balik tirai kesadaran.
Aku ingin menutupnya rapat-rapat,
Tapi angin ingatan selalu membukanya.
Aku menapak jalan yang pernah kita lalui,
Di antara dedaunan yang tak lagi hijau.
Waktu menghapus jejak yang kau tinggalkan,
Namun tidak dengan hati yang mengingat.
Aku bukan puisi yang ingin kau baca,
Hanya catatan yang terlipat di sudut kenangan.
Meski ingin aku menghapus aksara,
Kisah ini tetap berakhir di aku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI