Pekerja outsourcing tidak mendapatkan pesangon. Bahkan bisa dibayar per jam (satuan waktu) yang mengakibatkan upah yang diterima di bawah upah minimum. Dampak yang lain, outsourcing tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat hanya dipekerjakan beberapa jam.
5. Waktu Kerja yang Eksploitatif
Di dalam RUU Cipta Kerja diatur waktu atau jam kerja adalah 40 jam seminggu. Hal ini menyebabkan pengusaha bisa mengatur seenaknya jam kerja dengan upah per jam. Padahal dalam UU 13/2003 diatur waktu kerja maksimal 7 jam per hari untuk 6 hari kerja dan 8 jam sehari untuk 5 hari kerja.
"Lalu buat apa ada negara kalau tidak melindungi rakyatnya," kata Said Iqbal.
Ini tak ubahnya seperti kerja rodi dan bersifat eksploitatif. Karena bisa saja pengusaha memerintahkan buruh bekerja 12 jam sehari selama 4 hari kerja tanpa dibayar upah lembur, seperti kerja rodi dan bersifat eksploitatif.Â
Berarti tidak ada perlindungan negara terhadap rakyat dan buruh indonesia, dimana dengan RUU cipta kerja ini akan terjadi situasi waktu/jam kerja yang eksploitatif, upah murah, outsourcing dan karyawan kontrak seumur hidup, serta mudah di PHK tanpa pesangon," lanjutnya.
Selain itu, lembur bisa dilakukan lebih lama. Jika dalam UU 13/2003 hanya boleh maksimal 14 jam, dalam RUU Cipta Kerja menjadi 18 jam. Akibatnya buruh akan kelelahan dan rentan terjadi kecelakaan kerja.
Bahkan hari libur yang biasanya 2 hari dalam seminggu, dalam RUU Cipta Kerja dibuat hanya 1 hari.
Hal lain yang menyakitkan bagi buruh, cuti besar atau istirahat panjang selama 2 bulan bagi kelipatan masa kerja 6 tahun dihilangkan.
RUU Cipta Kerja benar-benar membuat kaum buruh tertindas. Seolah olah negara ini hanya melindungi kepentingan pengusaha saja atas nama investasi. Apakah negara ini hanya milik pemilik modal?Â
6. TKA buruh kasar Unskill worker Berpotensi Bebas Masuk ke Indonesia
Hal ini terlihat dari dihapuskannya izin tertulis dari Menteri bagi TKA yang hendak bekerja di Indonesia. Selain itu, TKA untuk start-up dan lembaga pendidikan dibebaskan, bahkan tanpa perlu membuat rencana penggunaan TKA.
Tidak adanya izin, menyebabkan TKA buruh kasar bisa masuk ke Indonesia dengan mudah tanpa terdeteksi. Kewajiban TKA untuk memahami budaya Indonesia hilang. Dengan demikian, TKA tidak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Dampaknya, transfer of job dan transfer of knowledge sulit untuk dilakukan.
Jika dalam UU 13/2003 setiap TKA berkewajiban melakukan pendidikan dan pelatihan dalam rangka transfer of job dan knowledge terkecuali untuk direksi dan komisaris, dalam RUU Cipta Kerja pengecualian juga berlaku bagi TKA dengan jabatan tertentu. Hal ini menjadi pintu masuk bagi TKA buruh kasar yang tidak memiliki keterampilan untuk masuk ke Indonesia.
Jika sebelumnya TKA dilarang untuk jabatan tertentu, dalam RUU Cipta Kerja jabatan tertentu untuk lembaga pendidikan dihilangkan. Ini artinya, sektor dan dosen asing bebas masuk. Bahkan tenaga administrasi di lembaga pendidikan bisa diisi TKA.