Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan UMP 2020 sebesar Rp 1,81 juta. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMK di sejumlah kabupaten/kota lain di Jawa Barat.Â
Misalnya, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, di Kota Bekasi Rp 4.589.708, sementara di Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 4.498.961.
Jika yang berlaku hanya UMP, maka upah pekerja di Karawang yang saat ini 4,5 juta bisa turun menjadi hanya 1,81 juta.
Tidak hanya itu, kenaikan upah minimum hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi. Padahal sebelumnya, kenaikan upah minimum didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflansi nasional.
Jika RUU ini disahkan, maka diberlakukan kembali kebijakan upah murah dan buruh akan semakin miskin.serta KHL berdasarkan survei pasar akan hilang berarti tidak bisa lagi dihitung kebutuhan riil minimum seorang buruh berapa?.
RUU Cipta Kerja memuat ketentuan upah minimum padat karya. Artinya, akan ada upah di bawah upah minimum. Padahal fungsi upah minimum sendiri merupakan jaring pengaman. Tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum.
Dalam menetapan upah minimum, Negara bertindak otoriter. Karena dalam RUU Cipta Kerja, gubernur diancam akan dijatuhi sanksi kalau tidak menetapkan upah minimum sesuai dengan undang-undang ini.Â
Ini jelas melanggar Konvensi ILO, yang menyebut penentuan upah minimum harus dirundingkan dalam Dewan Pengupahan.
Upah minimum semakin tidak lagi berarti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan.Â
Dalam UU 13/2003, jika membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bisa dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta. Karena tidak ada sanksi pidana, pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh semurah-murahnya.
Jadi RUU ini dengan sangat jelas telah menghilangkan makna upah minimum sebagai jaring pengaman safety net agar buruh tidak absolut miskin. Negara telah lalai dan gagal melindungi buruh dan rakyat kecil.