Mohon tunggu...
saffroncrocus
saffroncrocus Mohon Tunggu... Pendidik

Halo semua, selamat datang! Semoga informasi yang saya sajikan dapat membantu kalian ya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Kalbu

13 Februari 2025   08:45 Diperbarui: 16 Februari 2025   00:24 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

TENTANG KALBU


Aku bukan penyair, hanya jiwa resah yang terdesak untuk mengungkapkan rasa.

Aku bukan penulis, hanya segelitir orang yang ingin kisahnya amerta dalam aksara.

Kini akan aku tuangkan kisah itu, agar semua orang bisa tahu.

Tentang asa yang didambakan, namun telah sirna.


Semuanya berawal dari biasa saja.

Awalnya perasaan ini biasa saja,

Layaknya orang asing yang bertemu dalam satu ruang yang sama untuk beberapa pekan.

Awalnya percakapannya biasa saja,

Layaknya rekan kerja yang membahas fakta yang dialami dan menyatukan kepala tu'k dapatkan solusinya.


Awalnya senyum dan tawa hanyalah formalitas sebagai pelengkap kesan relasi yang baik.

Pada awalnya memang semuanya baik-baik saja, bahkan sangat baik-baik saja!

Bagiku itu adalah jarak yang paling aman untuk membangun relasi.

Namun siapa sangka "biasa saja" membawa pada "sesuatu yang tidak biasa".


Pada akhirnya ada sesuatu menyelinap dalam kalbu, berusaha membuka tirai hati.

Sehingga setiap pertemuan menjadi celah untuk memadu asmara.

Percakapan yang tadinya biasa, mulai mencair dan menyatu dengan kehidupan masing-masing.

Tembok penghalang itu perlahan terbuka, menguak fakta diri yang sebenarnya.

Senyum dan tawa yang menjadi formalitas telah tergantikan dengan senyum manis diselah-selah percakapan, saat nayanaki beradu pandang.


Entah kapan itu berubah, tapi yang pasti semuanya terasa berbeda.

Tatapan rutin yang terarah saat bercakap, berhasil meninggalkan seberkas degup jantung tak menentu.

Membangkitkan hikayat romansa bethara dan bethari yang terukir manis dalam Sejarah.


Keberadaanmu menjadi hal yang selalu aku rindukan,

Berharap suatu saat nastala dan bantala merestui kita,

Ternyata cerita nan adiwarna hanya berakhir menjadi kepingan kenangan.

Kini, kamu hanyalah fatamorgana.

Yang membuat sukacitaku terlucuti menjadi galabah, berujung trauma dan membekas dalam ingatan.

Harsa yang dinantikan menjelma nestapa yang menjadi lara.

Melahirkan banyak kegundahan untuk membuka lembaran kisah yang baru.



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun