Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Delegitimasi Pemilu adalah Dalih untuk Makar?

22 April 2019   11:11 Diperbarui: 22 April 2019   11:14 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au

Pemilu pasti curang. Itulah narasi hasil akhir. Karena oposisi sudah sadar sejak awal bahwa mereka akan kalah. Tidak ada cara lain. Dan benar saja, hasil Quick Count memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Bukan hal yang aneh sebenarnya, karena sejak awal lembaga survey sudah menampilkan hasil yang tak jauh beda.

Tapi strategi harus berjalan, benar saja, oposisi buru-buru membuat statement bahwa Pemilu kali ini curang. Bahwa KPU adalah lembaga pro-pemerintah dan lembaga survey yang merilis Quick Count adalah lembaga bayaran.

Untuk memperkuat narasi itu, Prabowo mendeklarasikan kemenangannya dengan segera. Gunanya apa? Untuk meyakinkan pendukungnya bahwa Prabowolah yang menang. Pakai survey apa? Itu bukan soal, survey internal abal-abal pun tak apa, karena yang penting adalah narasinya. Ingat, NARASI.

Di dunia TNI, jamak jika pasukan tidak boleh hilang gairah perang, dan komandan adalah kunci dalam menjaga hasrat perang pasukan. Pasukan tidak boleh down. Untuk itulah strategi "curi waktu, nyalakan api unggunmu" berlaku.

Deklarasi Prabowo-Sandi adalah usaha Prabowo untuk menjaga agar pasukan pendukung beliau tidak patah semangat. Prabowo masih "hidup", apinya masih berkobar, Prabowo tidak padam. 

Kubu Prabowo masih membutuhkan para pasukan untuk langkah terakhir, people power.

Hal ini harus diwaspadai oleh TNI yang menjaga NKRI, bahwa satu peluru bisa berakibat sangat-sangat fatal. Benturan di masyarakat yang di ciptakan sejak sebelum 2014 akan coba untuk diuji dilapangan. FPI, dengan massa HTI dan pro-khilafah alumni 212 jelas siap turun di jalan.

Langkah awal, mereka membuat gerakan anti-televisi. Mereka membangun narasi bahwa televisi (yang semua kompak memenangkan Jokowi-Ma'ruf) dan isinya adalah media kafir, termasuk TVOne yang mendukung Prabowo 2014 ketika Prabowo sujud syukur episode pertama.

Langkah kedua adalah turun ke jalan, narasi jihad dikumandangkan, di medsos sudah banyak beredar ajakan jihad. Jihad bukan membela Islam, tapi membela Prabowo.

Potensi chaos jika itu terjadi. Pemicunya? Kita flash back peristiwa 1998, jatuhnya korban dari Mahasiswa Trisakti menjadi senjata bersatunya seluruh Mahasiswa di Indonesia untuk menggulingkan Soeharto. Jadi jatuhnya korban adalah pemicunya, cukup satu peluru.

Mudah ditebak, Orde Baru dkk sedang menggerakkan Indonesia ke arah Venezuela. Polanya sama. Toh BPN lewat Yusuf Martak dan Dahnil Simanjuntak mengklarifikasi benar adanya penolakan Prabowo untuk bertemu Luhut Pandjaitan sebagai utusan Jokowi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun