Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

R&D AI: Jalan Strategis Menuju Kedaulatan Teknologi

4 April 2025   18:15 Diperbarui: 4 April 2025   21:14 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Lindekln)

R&D AI: Jalan Strategis Menuju Kedaulatan Teknologi

Kecerdasan buatan (AI) bukan sekadar teknologi, melainkan arena kontestasi global yang menentukan siapa yang akan memimpin masa depan peradaban. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa telah menyadari hal ini dan berlomba mengucurkan miliaran dolar untuk riset dan pengembangan (R&D) AI. Namun di Indonesia, geliat ini masih belum menjadi agenda nasional yang serius dan sistemik.

Padahal, Indonesia memiliki modal besar: demografi muda, ekosistem startup yang tumbuh, serta kebutuhan akan efisiensi birokrasi dan pelayanan publik yang sangat cocok untuk dimodernisasi lewat AI. Sayangnya, tanpa investasi serius pada R&D, kita hanya akan menjadi pasar pasif dari algoritma dan perangkat lunak asing. Lebih buruk lagi, kita bisa menjadi korban dari bentuk baru kolonialisme digital, di mana data dan kecerdasan buatan dikendalikan oleh pihak luar.

Mengapa R&D Sangat Penting dalam AI?
R&D adalah fondasi yang menentukan kapasitas suatu negara dalam mengembangkan, memahami, dan mengendalikan teknologi AI. Tanpa R&D, kita hanya bisa mengimpor dan menggunakan produk jadi, tanpa bisa menyesuaikannya dengan konteks lokal, apalagi membangun inovasi strategis. Negara seperti Korea Selatan, India, dan China mampu melompat dalam industri AI karena konsisten membangun riset domestik melalui lembaga negara, universitas, dan kolaborasi industri.

Prospek dan Realitas AI di Indonesia

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah membuka potensi luar biasa bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi, efisiensi birokrasi, pelayanan publik, hingga peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun, potensi ini belum sepenuhnya terwujud akibat berbagai tantangan struktural, kelembagaan, dan budaya inovasi yang masih lemah. Berikut penjabaran mendalamnya:

1. Potensi Ekonomi: Nilai Tambah Triliunan Rupiah

Menurut studi McKinsey Global Institute, implementasi AI secara optimal di Indonesia berpotensi menambah nilai ekonomi hingga USD 366 miliar (setara Rp5.500 triliun lebih) pada tahun 2040. Sektor-sektor yang diprediksi mendapatkan manfaat terbesar meliputi:

Pertanian: melalui pertanian presisi (precision agriculture) berbasis sensor dan machine learning untuk optimasi hasil panen.

Manufaktur: lewat otomatisasi proses produksi, kontrol kualitas berbasis visual AI, dan efisiensi logistik.

Kesehatan: pemanfaatan AI untuk diagnosa awal, rekam medis cerdas, hingga pemetaan sebaran penyakit berbasis data spasial.

Keuangan: termasuk deteksi fraud, credit scoring berbasis data alternatif, dan personalisasi layanan perbankan.

Administrasi publik: otomatisasi layanan birokrasi, chatbot pelayanan masyarakat, dan sistem pengawasan korupsi berbasis algoritma.

Namun, tanpa kebijakan akseleratif, potensi ekonomi ini bisa tak tergarap dan hanya dinikmati oleh korporasi asing yang mengisi kekosongan inovasi lokal.

2. Bonus Demografi: Talenta Muda, Tapi Minim Dukungan

Indonesia memiliki lebih dari 60 juta generasi muda usia produktif (15–35 tahun) yang melek teknologi dan adaptif terhadap tren digital. Inilah peluang luar biasa untuk mencetak talenta AI nasional. Namun, saat ini:

Kurikulum pendidikan tinggi masih konvensional. Hanya sebagian kecil universitas yang menawarkan program studi atau mata kuliah khusus AI secara terstruktur.

Riset mahasiswa jarang difasilitasi dengan infrastruktur komputasi modern, padahal model AI modern seperti NLP (Natural Language Processing) dan deep learning membutuhkan daya komputasi tinggi.

Brain drain masih terjadi, banyak talenta AI Indonesia yang bekerja di luar negeri karena ekosistem dalam negeri belum kondusif.

Tanpa intervensi negara, bonus demografi ini justru berisiko berubah menjadi beban struktural dan kehilangan momentum emas.

3. Infrastruktur Riset Masih Timpang

Pengembangan AI tidak bisa lepas dari infrastruktur keras seperti:

Pusat data (data center) yang aman dan efisien,

Superkomputer untuk melatih model algoritma besar,

Koneksi internet tinggi untuk pemrosesan real-time,

Dan ekosistem berbagi data (data interoperability) antarinstansi.

Namun, saat ini:

Infrastruktur AI masih tersentralisasi di Jakarta dan Bandung; daerah lain sangat kekurangan akses terhadap laboratorium dan server AI.

Data pemerintah tersebar di berbagai instansi dengan format berbeda dan tertutup; belum ada kebijakan interoperabilitas yang inklusif dan aman.

Tidak ada National Computing Grid seperti di China atau India yang mendukung proyek riset AI lintas sektor dan wilayah.

Tanpa pemerataan infrastruktur, AI hanya akan berkembang di pusat-pusat tertentu dan memperlebar kesenjangan antarwilayah.

4. Minimnya Anggaran R&D dan Ketergantungan Asing

Belanja R&D Indonesia hanya 0,28% dari PDB (data BRIN 2023), sangat kecil dibandingkan Malaysia (1,04%), Vietnam (0,53%), dan China (2,4%).

Sebagian besar teknologi AI yang digunakan di Indonesia berasal dari luar negeri, baik dari Google, Microsoft, OpenAI, Alibaba Cloud, hingga startup AI asal India dan Eropa.

Belum ada kebijakan transfer teknologi dan pelatihan lokal dari produk-produk AI asing yang digunakan oleh pemerintah atau BUMN.

Artinya, kita tidak sedang membangun kedaulatan teknologi, melainkan hanya menjadi konsumen sistem algoritma luar yang mungkin tidak sesuai konteks lokal.

5. Ekosistem Startup dan Komersialisasi Masih Lemah

Meskipun Indonesia memiliki lebih dari 2.500 startup digital, hanya sebagian kecil yang fokus pada pengembangan AI sebagai produk inti. Kendala utama:

Minimnya inkubasi dan akses pembiayaan awal untuk startup berbasis riset dan AI.

Kultur startup masih dominan pada aplikasi konsumsi (seperti e-commerce, fintech, atau transportasi), bukan inovasi teknologi mendalam.

AI lokal belum diberi ruang dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, padahal ini bisa menjadi pasar awal yang sangat besar.

Tanpa afirmasi kebijakan dan insentif fiskal, pelaku usaha AI lokal sulit bertahan dan bersaing.

6. Regulasi dan Etika AI Belum Terpetakan

AI membutuhkan kerangka hukum yang jelas dan progresif, seperti :

Etika penggunaan algoritma,

Privasi data dan keamanan,

Akuntabilitas dalam keputusan berbasis AI.

Namun, Indonesia belum memiliki UU khusus tentang kecerdasan buatan. Beberapa upaya masih tersebar di RUU Perlindungan Data Pribadi dan draft etika teknologi. Tanpa regulasi proaktif, penggunaan AI dapat menyimpan bahaya seperti bias diskriminatif, pengawasan massal, hingga monopoli data oleh korporasi besar.

Realitas Belum Menyusul Potensi

Gambaran di atas menunjukkan bahwa meskipun prospek AI di Indonesia sangat menjanjikan, realitas di lapangan masih jauh dari ideal. Indonesia belum memiliki:

Infrastruktur digital terdesentralisasi,

Anggaran R&D yang memadai,

Dukungan sistematis terhadap talenta,

Serta ekosistem industri dan regulasi yang memadai.

Dengan demikian, upaya membangun R&D AI bukan sekadar tuntutan akademis, tapi menjadi strategi bertahan dan berdaulat di era teknologi tinggi.

Lima Pilar Strategi R&D AI Nasional

PILAR I: Reformasi Kelembagaan dan Regulasi

  1. Bentuk Badan Riset AI Nasional (BRIAN)
    Sebuah otoritas khusus yang mengoordinasikan kebijakan R&D AI, lintas kementerian dan sektor. Lembaga ini juga menjadi penghubung antara riset dasar, aplikasi industri, dan keamanan nasional.

  2. Sahkan Undang-Undang Kecerdasan Artifisial Nasional
    Untuk melindungi etika penggunaan AI, perlindungan data pribadi, serta mendorong adopsi teknologi lokal di sektor publik.

  3. Perkuat Standar Perlindungan Hak Cipta dan Paten untuk AI
    Memberi ruang perlindungan hukum atas inovasi berbasis AI dan sistem algoritma, sekaligus mengatur batas-batas AI-generated content.

  4. Kebijakan Teknologi Preferensial
    Pemerintah wajib memberikan prioritas pada solusi berbasis AI dalam negeri untuk layanan publik, e-government, dan smart city.

PILAR II: Infrastruktur dan Ekosistem Digital

  1. Superkomputer Nasional untuk Riset AI
    Dibangun di kawasan strategis seperti Bandung, Surabaya, dan Makassar, untuk melayani universitas, startup, dan pemerintah daerah dalam pelatihan model AI berskala besar.

  2. Pusat Data Berstandar Nasional
    Sovereign cloud dan green data center dibangun untuk menyimpan dan mengelola big data pemerintah dan industri, serta mendukung machine learning skala nasional.

  3. Interkoneksi Data Sektoral
    Pemerintah mendorong interoperabilitas sistem informasi agar data kesehatan, pendidikan, dan ekonomi dapat dimanfaatkan oleh sistem AI nasional tanpa mengorbankan privasi.

  4. FabLab dan AI Innovation Hub di Perguruan Tinggi
    Mengintegrasikan laboratorium AI dengan teknologi robotika, IoT, dan komputasi kuantum untuk pengembangan lintas disiplin.

PILAR III: Pengembangan Talenta AI

  1. 100.000 Talenta AI Indonesia
    Target 2030, melalui pelatihan masif dan terstruktur, bekerja sama dengan kampus, bootcamp daring, dan industri.

  2. Integrasi Kurikulum AI di Semua Bidang Ilmu
    Termasuk hukum, ekonomi, kedokteran, pertanian, dan pendidikan—karena AI adalah alat lintas sektor, bukan hanya domain teknik.

  3. Program Beasiswa dan Riset Sandwich AI ke Luar Negeri
    Menyasar diaspora Indonesia di lembaga riset terkemuka dunia untuk kembali dan mengembangkan AI sesuai kebutuhan lokal.

  4. Startup Studio dan Technopreneur AI
    Pemerintah mendampingi lulusan berbakat untuk membangun perusahaan rintisan dengan model bisnis berbasis teknologi AI.

PILAR IV: Hilirisasi Inovasi dan Komersialisasi

  1. Dana Inovasi AI Indonesia (AI-RI Fund)
    Skema pembiayaan inovasi dan inkubasi startup AI, dengan model matching fund antara negara dan investor swasta.

  2. 33 Inkubator AI Daerah
    Di tiap provinsi dibangun ruang inkubasi untuk pengembangan solusi lokal: pertanian cerdas, prediksi banjir, bahasa daerah, dan sistem kesehatan komunitas.

  3. Insentif Fiskal untuk Industri AI
    Pajak ditangguhkan selama 5–10 tahun untuk perusahaan yang mengembangkan atau mengadopsi teknologi AI lokal.

  4. Kebijakan Transfer Teknologi dari Asing
    Kerja sama dengan perusahaan global harus disertai komitmen pelatihan, riset bersama, dan penggunaan komponen lokal.

PILAR V: Diplomasi Teknologi dan Kedaulatan Data

  1. Aliansi AI Selatan Global (Global South AI Alliance)
    Indonesia dapat memimpin pembentukan blok negara berkembang untuk melawan hegemoni standar AI dari negara maju.

  2. Forum Etika AI Internasional
    Indonesia aktif menyuarakan pentingnya keadilan algoritma, non-diskriminasi, dan penggunaan AI untuk kemanusiaan.

  3. Riset Kolaboratif Diaspora Indonesia
    Mendorong partisipasi diaspora di Silicon Valley, Tokyo, Seoul, dan Eropa Timur untuk membangun ekosistem inovasi tanah air.

  4. Sistem Pertahanan Algoritma Nasional
    Riset AI juga harus mendukung sistem pertahanan siber, pengawasan perbatasan, dan perlindungan aset strategis dari serangan digital.

Menghindari Ketertinggalan Sejarah

Ketika negara lain membangun algoritma dan arsitektur masa depan, kita tidak boleh hanya menjadi penonton. Indonesia punya potensi besar untuk menjadi pemimpin teknologi AI di kawasan ASEAN, bahkan di negara berkembang. Tapi syaratnya satu: berani berinvestasi dalam riset dan pengembangan (R&D) secara konsisten, terstruktur, dan berdampak.

Tanpa itu, kita hanya akan menjadi konsumen teknologi asing yang tidak pernah benar-benar menguasai apa yang kita gunakan. Sebaliknya, dengan strategi nasional yang kuat, AI dapat menjadi alat transformasi sosial, ekonomi, dan politik menuju Indonesia Emas 2045 yang berdaulat secara digital.

"Kecerdasan buatan bukanlah ancaman, selama kita punya keberanian untuk menjadikannya alat kemandirian bangsa."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun