KopiStudio24 : Jejak Pagi di Jalan Bromo
Pagi di pusat kota Malang selalu memiliki cerita. Ada semacam getaran yang tak bisa ditangkap hanya dengan pandangan mata. Barangkali karena kota ini lahir dari tradisi panjang kolonial Belanda yang meninggalkan banyak bangunan ikonik, atau karena masyarakatnya yang hangat, ramah, sekaligus religius. Apa pun itu, Malang sering kali menghadirkan pengalaman kecil yang terasa berharga bagi siapa saja yang mau berhenti sejenak dan menikmatinya.
Beberapa hari setelah perayaan Maulid Nabi, suasana religius itu masih terasa di pusat kota. Sejak awal Juli, saya melihat arus kendaraan mengalir deras, membawa warga yang hendak menghadiri rangkaian acara maulid di masjid-masjid besar Malang. Bukan sekadar pesta seremonial, melainkan perayaan yang khas : khidmat, teduh, dan berakar kuat dalam keseharian warga. Tepat pada 9 Juli, ketika saya mengantar istri ke GKI Bromo, saya kembali menangkap suasana itu. Ada rasa damai yang sulit diceritakan, seakan udara pagi membawa sisa lantunan shalawat yang masih menggema di hati orang-orang.
Saya berjanji menjemput istri sekitar pukul 10.15. Artinya, saya punya waktu luang untuk sekadar berjalan mencari tempat ngopi. Malang pagi itu masih dingin. Dengan langkah santai, saya menyusuri Jalan Bromo yang tak jauh dari Jalan Ijen. Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada sebuah kedai kopi dengan papan nama tak asing: KopiStudio24. Lokasinya persis di Jalan Bromo No. 4, tak jauh dari gereja tempat istri saya beribadah. Nama itu bukan nama baru bagi saya, sebab cabangnya sudah tersebar di beberapa titik kota Malang. Tetapi justru itulah yang menarik : bagaimana sebuah merek kopi kekinian bisa menempati bangunan lama khas Belanda, lalu memberi napas baru bagi ruang yang mungkin sempat terlupakan.
Aroma Kopi dan Jejak Kolonial
Begitu melangkah masuk, saya segera disambut suasana yang unik. Dari luar tampak sederhana, tetapi bagian belakang kedai ternyata memanjang, dengan ruang-ruang terbuka dan meja-meja yang ditata santai. Inilah ciri khas banyak bangunan tua di kawasan Jalan Bromo : fasad bergaya kolonial tetap dipertahankan, sementara fungsi dalamnya disesuaikan dengan kebutuhan modern. KopiStudio24 jelas memanfaatkan peluang ini, menjaga keaslian bentuk lama sambil menghadirkan ruang nongkrong 24 jam bagi anak muda maupun keluarga muda Malang.
Saya memilih duduk agak ke belakang. Sembari menunggu pesanan, saya sempat memotret ruangan dengan kamera ponsel seadanya. Tidak semua hasil jepretan bagus, tetapi cukup untuk merekam suasana : dinding yang seakan menyimpan kisah puluhan tahun, meja kayu yang penuh goresan, dan cahaya pagi yang masuk lembut dari celah-celah jendela.