Sementara itu, WHO (2023) mencatat bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan rendah lebih sulit mengakses layanan kesehatan berkualitas. Ketimpangan dalam layanan pendidikan dan kesehatan ini membentuk siklus kemiskinan yang sulit diputus. Mereka yang terlahir miskin cenderung tetap miskin karena kurangnya peluang untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
3. Kebijakan Publik yang Tidak Berpihak pada Keadilan Sosial
Kebijakan fiskal di Indonesia sering kali lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan kelompok miskin. Contohnya adalah sistem pajak yang cenderung regresif. Pajak konsumsi, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), membebani semua orang secara proporsional, tetapi lebih memberatkan kelompok miskin karena mereka menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan dasar.
Selain itu, subsidi energi, yang seharusnya membantu masyarakat miskin, justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok kaya. World Bank (2022) menemukan bahwa sekitar 30% penerima manfaat program bantuan sosial di Indonesia berasal dari kelompok non-miskin, menunjukkan ketidakadilan dalam implementasi kebijakan.
4. Globalisasi dan Teknologi
Globalisasi membawa dampak positif, tetapi juga memperbesar ketimpangan. Perusahaan multinasional sering kali mendapatkan keuntungan besar dengan memanfaatkan tenaga kerja murah di negara berkembang tanpa memberikan kontribusi yang adil bagi masyarakat lokal.
Selain itu, otomatisasi dan digitalisasi mengancam pekerjaan di sektor manufaktur, yang selama ini menjadi andalan kelompok berpenghasilan redah. McKinsey Global Institute (2023) memperkirakan bahwa pada 2030, sekitar 15% pekerjaan di Asia Tenggara akan tergantikan oleh mesin.
Dampak Ketimpangan Ekonomi
1. Penurunan Kesejahteraan Masyarakat
Ketimpangan ekonomi berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Masyarakat miskin cenderung memiliki akses terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan perumahan yang layak.
Selain itu, ketimpangan juga menciptakan disparitas dalam kualitas pendidikan dan kesehatan, yang berdampak pada produktivitas jangka panjang. WHO (2023) melaporkan bahwa negara dengan tingkat ketimpangan tinggi memiliki tingkat prevalensi penyakit kronis dan gangguan mental yang lebih tinggi dibandingkan negara dengan distribusi pendapatan yang lebih merata.
2. Ketidakstabilan Sosial dan Politik