Mohon tunggu...
Rosanto dwi
Rosanto dwi Mohon Tunggu... Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga yang aktif dalam bidang ekonomi

Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo, SE., M.Si., Ph.D. merupakan Guru Besar di bidang Ekonomi Internasional pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Fokus keilmuannya mencakup ekonomi moneter, perdagangan internasional, serta analisis data ekonomi makro dengan pendekatan ekonometrika seperti GMM, VAR, dan VECM.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyitaan Tanah Menganggur: Solusi atau Sekadar Memindahkan Masalah?

12 Agustus 2025   19:45 Diperbarui: 12 Agustus 2025   19:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tanah Nganggur (sumber: renewablesnow.com)

Dampak pada Pasar Tanah

Dari sisi pasar, kebijakan penyitaan tanah berpotensi memengaruhi dinamika harga dan perilaku pemilik lahan. Pemilik tanah di lokasi strategis yang khawatir asetnya akan diambil negara mungkin memilih menjualnya lebih cepat. Hal ini dapat meningkatkan suplai tanah di pasar dalam waktu singkat, yang pada akhirnya bisa memengaruhi harga.

Namun, situasi berbeda terjadi untuk tanah di daerah terpencil atau kurang diminati. Aset-aset seperti ini tetap akan sulit terjual, meskipun terancam penyitaan, karena keterbatasan akses, infrastruktur, dan daya tarik ekonomi. Artinya, kebijakan ini tidak serta-merta akan menggerakkan semua segmen pasar tanah, melainkan hanya memengaruhi area-area tertentu yang dianggap strategis oleh pelaku pasar.

Akses Generasi Muda terhadap Lahan

Bagi generasi muda, terutama yang berada di kota besar, tantangan kepemilikan lahan semakin berat. Harga tanah yang terus meningkat membuat banyak anak muda kesulitan membeli lahan, apalagi di lokasi strategis. Kebijakan penyitaan tanah sebenarnya bisa menjadi peluang untuk memperluas akses mereka terhadap hunian terjangkau, jika tanah yang disita memang dialokasikan untuk perumahan di lokasi yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Masalahnya, jika lahan yang disita berada jauh dari pusat aktivitas ekonomi, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan, generasi muda mungkin tidak tertarik memanfaatkannya. Karena itu, penyitaan harus disinergikan dengan rencana tata ruang nasional dan daerah, agar tujuan memperluas akses kepemilikan lahan bagi masyarakat luas benar-benar tercapai.

Perlu Perencanaan dan Pengawasan Ketat

Kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada perencanaan jangka panjang yang disertai pengawasan ketat. Prosesnya sebaiknya dimulai dari pemetaan detail lahan menganggur, penentuan prioritas pemanfaatan berdasarkan kebutuhan nasional, hingga analisis kelayakan teknis dan ekonomi (feasibility study).

Setiap rencana harus memiliki target jelas---apakah lahan digunakan untuk pertanian, industri, perumahan, atau infrastruktur---beserta estimasi waktu, biaya, dan indikator keberhasilan. Selain itu, proses pengelolaan tidak boleh berhenti pada tahap penyerahan konsesi atau alih kepemilikan. Pemerintah harus memastikan ada mekanisme monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan, agar tanah benar-benar dimanfaatkan sesuai rencana.

Pemberdayaan Masyarakat sebagai Kunci

Pemberdayaan masyarakat lokal adalah elemen yang tidak boleh diabaikan. Tanah yang dikelola dengan melibatkan warga sekitar akan memiliki manfaat ganda: meningkatkan produktivitas sekaligus memberdayakan ekonomi lokal. Pemerintah dapat menggandeng masyarakat sebagai mitra pengelolaan, memberikan pelatihan, akses modal, dan pendampingan teknis agar mereka dapat memanfaatkan lahan secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun