Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Alexander Sabar: Ada Demand maka Ada Judi Online

20 September 2025   08:36 Diperbarui: 20 September 2025   08:36 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk memberi perspektif, mari lihat angka.
*Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang judi online di Indonesia mencapai Rp327 triliun pada 2023 (Kompas, 2024).
*Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut setidaknya 3,2 juta orang Indonesia terjerat judi online, sebagian besar kelompok usia produktif (CNBC Indonesia, 2024).
*Penelitian LIPI menunjukkan dampak sosial judi online meliputi perceraian, kriminalitas, hingga depresi.

Angka-angka ini seharusnya menjadi alarm. Bukan sekadar bahan analisis "demand", melainkan dasar kebijakan tegas untuk proteksi warga negara.

Bandingkan dengan Negara Lain
*Singapura: hanya memberi lisensi terbatas kepada dua operator resmi (Singapore Pools & Singapore Turf Club). Semua situs judi ilegal diblokir keras, dan pelaku dihukum berat.
*China: menindak judi online lintas negara dengan operasi khusus, bahkan bekerja sama dengan Kamboja dan Filipina untuk memulangkan warga yang terlibat.
*Inggris: memang melegalkan judi, tetapi dengan regulasi ketat, perlindungan konsumen, dan mekanisme pencegahan kecanduan.

Indonesia? Masih sibuk berdebat soal "demand", sementara situs judi bermunculan setiap hari.

Satir: Kalau Begitu, Mari Legalkan Semua!

Jika logika "ada demand, maka ada penawaran" dipakai pejabat negara, mari kita konsisten.
*Karena ada demand korupsi, mari kita buat platform e-korupsi.
*Karena ada demand narkoba, mari kita buat aplikasi Go-Nark.
*Karena ada demand hoaks, mari kita subsidi pabrik hoaks nasional.

Absurd? Ya, sama absurdnya dengan pernyataan seorang pejabat yang seolah pasrah pada logika pasar dalam urusan kriminalitas digital.

Jalan Keluar yang Seharusnya
1.Kebijakan Teknologi
*Pemblokiran situs judi online harus memakai pendekatan AI dan big data, bukan hanya manual.
*Payment gateway ilegal harus diputus dengan kerja sama OJK dan BI.
2.Edukasi Masyarakat
*Kampanye masif soal bahaya judi online, dengan narasi emosional (kisah korban), bukan sekadar data.
*Literasi digital agar masyarakat paham modus penipuan.
3.Penegakan Hukum
*Fokus bukan hanya pada bandar, tapi juga backing politik dan keuangan di belakangnya.
*Transparansi proses hukum agar publik percaya.
4.Perbaikan Narasi Pemerintah
*Jangan lagi menyalahkan "demand". Katakan tegas bahwa judi online ilegal, merusak, dan akan ditindak keras.

Penutup: Dari Demand ke Tanggung Jawab

Judi online memang tumbuh karena ada demand. Tetapi tugas negara bukan menuding jari ke masyarakat, melainkan membatasi, melindungi, dan menindak.

Jika pejabat hanya bisa berkata "ada demand", maka sama saja negara melepaskan tanggung jawabnya. Dan di titik itu, masyarakat bisa balik bertanya: apakah masih ada demand untuk pejabat yang hanya berkomentar, tanpa memberi solusi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun