Mohon tunggu...
Romi assidiq
Romi assidiq Mohon Tunggu... Lainnya - Rumah Buku Firza

Puisi, Novel dan Cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Sebuah Dendam

19 Februari 2021   09:32 Diperbarui: 19 Februari 2021   10:20 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kak...! ku mohon tunggu aku.. " Mei berjalan terseok seok menarik kakinya di atas kerikil sambil memegangi perut nya. 

Dihadapannya Chen dan Ming juga sama sepertinya, terseok seok namun masih bisa melangkahkan kaki mereka lebih cepat darinya.

"KAMU TAKUT? CAPEK? KAKAK JUGA SAMA TAPi TIDAK ADA WAKTU UNTUK MENGELUH BODOH, CEPAT JALAN ATAU KAMU MAU MATI JUGA, HAH?" bentak Chen pada Mei, adik bungsunya yang masih berumur 7 tahun itu langsung menunduk sambil menangis.

"DIAM, AIR MATAMU TIDAK AKAN MENOLONG KITA BODOH" tambah Chen sambil memajukan wajahnya ke dekat wajah sang adik.

Sementara Ming tidak peduli dengan amukan kakak sulungnya itu, seperti orang bisu dia terus menyeret kaki nya diatas kerikil pegunungan. Isi kepalanya hanya satu yaitu harus selamat.

Sudah 2 jam berlalu, ke 3 anak ini masih terus berjalan tanpa henti, lapar dan lelah menghujani tubuh mereka namun ketakutan akan apa yang ada dibelakang jauh lebih besar sehingga sang kakak memutuskan untuk memaksa ke 2 adiknya berjalan tanpa istirahat.

Mereka lari dari kampung halaman, meninggalkan rumah dan jasad orang tua, tidak ada satupun yang mereka bawa selain pakaian yang melekat di badan, memang sangat memprihatinkan namun itu bukan masalah, karena bisa terus melangkah dan bertahan hidup adalah satu-satunya tujuan mereka.

Kejadian yang sebenarnya adalah beberapa jam yang lalu. Saat itu orang-orang tengah terbuai dalam tidur lelapnya.

Tepatnya saat jarum jam menunjukkan lewat tengah malam tiba-tiba dari salah satu rumah warga ada terdengar suara seseorang yang berteriak kencang meminta pertolongan.

Tahu-tahunya ketika beberapa orang penduduk keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi, tiba-tiba ada sesuatu menyerang mereka tanpa toleransi, seketika darah langsung bersimbah, perut perut mereka terkoyak langsung mengeluarkan darah segar.

Lalu dari kegelapan muncul beberapa makhluk yang mengerikan.
Entah, jumlahnya mungkin ada puluhan atau bisa jadi lebih, yang pasti mereka berjubah hitam dan bertubuh tinggi besar dengan wajah yang tertutup kain dari pakaian mereka.

Perut-perut yang terkoyak itu adalah hasil sabetan benda tajam dan mengkilat berbentuk pisau yang tersambung tali rantai panjang.
Makhluk berjubah itu yang melemparkan pada korbannya dari jarak jauh, setelah melihat sasarannya tidak berdaya mereka pun menerjang buas dengan menggunakan gigi dan kuku mereka yang tajam.


Tak ada kata ampun, mereka merobek kulit dan daging semua orang, mulut-mulut mereka yang monyong dan mengerikan seakan sangat kehausan mengisap darah dan memakan daging orang-orang.


Tak bisa dihindari, pasukan berjubah itu berkelebat seperti angin di bawah remang-remang cahaya bulan, mereka masuk lewat jendela, lubang-lubang atap yang sempit bahkan mereka bisa menembus lubang kunci daun pintu yang sangat kecil.


Orang-orang berteriak histeris, bahkan sebelum menyadari apa yang terjadi pada mereka, leher, perut dan badan mereka sudah koyak, darah mereka pun sudah terhisap puas oleh makhluk itu.


Ada pula yang berusaha melawan namun sia-sia makhluk berjubah itu jauh lebih kuat, lebih cepat dan sangat beringas dari manusia normal. Sekali kuku panjang mereka menyentuh kulit maka seketika itu juga langsung robek dan tembus sampai ke tulang.

...

Saat tetuah kampung ditempat itu menyadari kalau kampungnya sedang tertimpa masalah serius.
Karena rumah mereka yang terpisah agak sedikit jauh dari warga maka ada kesempatan untuk berisap-siap.


Dia dan istrinya pun segera menyiapkan perlawanan dari dalam rumah. Mereka menyuruh ke 3 anaknya bersembunyi di dalam lemari lalu memberi tanda lingkaran berwarna hitam dan putih, ini adalah ajimat yang memiliki unsur penyelamat bagi orang-orang yang berhadapan dengan hantu dan sejenisnya.


"Kak aku takut" kata Mei di dalam lemari sambil menatap ke 2 kakaknya yang berdiri mematung tanpa suara tanpa ekspresi.


Dari luar terdengar suara gedebuk dan bedebam berkali kali, sesekali suara orang tua mereka terdengar mengerang kesakitan membuat si kecil Mei ingin beteriak sekuat kuatnya memanggil Ayah dan Ibunya, tapi mulut nya di cengkeram kuat oleh Chen, "sekali kau bersuara kita semua akan mati" bisik Chen pada adiknya.


Setelah hampir 1 jam berada didalam lemari, mereka tidak lagi mendengar suara apapun didalam rumah termasuk suara perkelahian orang tua mereka dengan makhluk itu.


Mereka bertiga pun pelan-pelan keluar, Chen berusaha melihat sekitar namun tidak ada apa-apa yang matanya tangkap hanya darah yang menempel di dinding, lantai dan langit-langit rumah.


Dari kejauhan, sekitaran rumah warga masih terdengar suara-suara histeris yang mengerikan.


"Kak, Ayah Ibu kemana?" tanya Mei ketakutan.


"Kakak juga tidak tahu, sebaiknya kita lari dari sini" jawab Chen.


Sambil mengendap-endap dia memimpin langkah ke 2 adiknya dan langsung keluar lewat pintu belakang, baru sekitar 5 meter keluar dari rumah tiba-tiba Chen, Ming dan Mei tersentak kaget.


Bukan karena dihadang makhluk berjubah itu melainkan mereka melihat mayat Ayah dan Ibunya tergantung di atas pohon bambu tanpa kepala dengan kondisi mengenaskan, perut mereka menganga kosong melompong tanpa isi.


Si kecil Mei hampir saja berteriak histeris namun  Chen segera menyumpal mulut nya dengan tangan, "diam  bodoh atau kita akan bernasib sama seperti mereka" bisik Chen. Mendapat perlakuan seperti itu Mei hanya bisa menangis tanpa suara melihat nasib kedua orang tuanya.


Tiba-tiba bayangan hitam berkelebat di atas pohon, Chen, Mei dan Ming langsung mematung tidak tahu harus berbuat apa, sepertinya mereka juga akan bernasib sama seperti warga kampung dan kedua orang tua mereka.


Bayangan itu berhenti berkelebat lalu turun ke tanah, hidung nya mendengus seperti anjing yang mencium aroma makanan.


Tapi nampaknya ada yang aneh, dia tidak bisa melihat ketiga anak itu, makhluk mengerikan itu hanya berputar-putar mengelilingi mereka, dia mampu mencium bau manusia tapi tidak bisa melihatnya, mungkin berkat ajimat kalung bergambar ying dan yang ada di leher mereka. 

Pemberian sang Ayah sebelum menyuruh mereka masuk ke dalam lemari.
Ke 3 kakak beradik hanya bisa begidik ngeri ketika makhluk itu mengitari mereka, bau tubuhnya busuk seperti bangkai, dengan lutut gemetar mereka memperhatikan makhluk yang terus memutari tubuh mereka,  mata nya hitam penuh tanpa ada putih walau setitik, gigi-gigi nya yang tajam seperti duri terus bergemeletuk, air liurnya menetes tanpa henti persis seperti anjing gila.


Mungkin karena merasa tidak melihat apa-apa makhluk menjijikkan itu pun kembali berkelebat menjadi bayangan hitam lalu menghilang dalam kegelapan malam.


Chen, Mei dan Ming pun bisa kembali bernapas lega.


"Kita harus pergi sekang juga" kata Chen, menarik lengan adik-adiknya.


"Tapi kak, bagaimana dengan jasad Ayah dan Ibu?" tanya Ming menepis tangan kakaknya.


"Tidak ada tapi tapi, cepat kita harus bergegas atau kita akan segera mati juga" jawab Chen, kembali menarik tangan Ming.


"Aku tidak mau meninggalkan jasad mereka, kita harus menguburkan mereka kak..." Mei menangis dihadapan jasad orang tuanya yang tergantung.


Tiba tiba bayangan hitam itu muncul lagi berkelebat diantara pohon-pohon bambu lalu singgah di salah satu pohon, mata hitamnya mengawasi sekitar, namun sepertinga hanya mayat tergantung yang mampu dia lihat.


Mei terdiam ketakutan dia mendekap erat tubuh kakak nya.
Ini makhluk yang lain, tubuhnya lebih kecil dari yang tadi, wajahnya lebih tirus, lebih menakutkan, mulutnya tidak bisa tertutup rapat bibirnya terhalang gigi-giginya yang panjang dan runcing menjurus keluar seperti ikan piranha.


Ditangannya ada sepasang kepala manusia. Itu kepala dari tetua kampung dan istrinya.
Dari bawah Chen menatap makhluk itu dengan mata yang penuh kebencian.


Sepertinya makhluk itu juga mencium bau mereka, dia juga turun ke tanah lalu melakukan hal yang sama seperti makhluk sebelumnya tadi, karena tidak melihat apa-apa makhluk itu pun langsung duduk ketanah dengan posisi bersila lalu melahap kepala yang ditangannya.


Chen menggeram, di dalam hatinya sangat marah, tidak terima melihat kepala orang tuanya dimakan makhluk itu seperti memakan buah, namun dia juga tidak berani bergerak sedikit pun, bahkan Ming dan Mey menangis tanpa suara melihat kejadian mengenaskan itu dihadapan mereka.


Setelah menghabiskan dua  kepala sekaligus, makhluk itu bangkit lalu mengejang-ngejang seperti orang kesurupan, jubah hitamnya terlepas, perlahan lahan gigi gahar nya menyusut dan mengecil berubah seperti manusia normal, kulit kenyalnya berubah layaknya kulit manusia biasa. Dia sedang bertransformasi.
Seluruh tubuh nya berubah total jadi manusia utuh tapi tanpa busana.


Setelah makhluk itu berubah jadi manusia, Chen, Ming dan Mei pun langsung terperangah sejadi-jadinya.
Bukan main makhluk tadi berubah menjadi sosok yang sangat meeka kenali, setiap hari bersama mereka, bermain bahkan menyuapi si kecil Mei saat  makan.
Makhluk itu berubah menjadi pembantu rumah mereka, Mey sering memanggilnya dengan nama bibi Ting.


"jangan jangan semuanya adalah jelmaan penduduk kampung ini juga" Chen bergumam.


"Hahaha.... akhirnya aku bisa menghisap dirimu Ah cong, bertahun tahun aku menunggu hari ini terjadi, gerhana bulan merah, terima kasih kau datang jadi berkah bagi kami hahahaha...." Makhluk mengerikan yang telah berubah menjadi bibi Ting itu berteriak teriak penuh kemenangan sambil menunjuk-nunjuk ke arah langit.


Chen dan adik-adiknya melihat ke atas, mengikuti telunjuk bibi Ting, mereka melihat rembulan yang bulat sempurna dan berwarna merah.


Chen menyimpulkan kalau selama ini kedatangan bibi Ting untuk menjadi pembantu rumah tangga di keluarganya hanya sebagai sarana untuk membunuh kedua orang tuanya. 

Entah ada dendam apa di dalam hati perempuan iblis itu, Chen tidak tahu menahu.

Yang pasti bibi Ting punya dendam untuk keluarga mereka.


Sementara perempuan mengerikan itu terus tertawa puas melampiaskan kesenangannya, Chen mengajak adik adiknya cepat-cepat bergegas meninggalkannya sebelum keberadan mereka di ketahui.


Di tengah kegelapan malam, Chen membawa ke 2 adiknya berlari ke arah barat, orang tua mereka pernah bercerita, konon katanya diujung barat dunia ada seseorang biksu yang mampu membunuh siluman-siluman jahat.


...


Berkat perjalanan panjang melawan kelaparan, panas dan hujan ke 3 bersaudara tumbuh menjadi kuat bahkan sebelum bertemu biksu agung yang diceritakan orang tua mereka dahulu, Chen sang kakak tertua sudah mampu menguasai beberapa tekhnik bertarung, dalam pejalanan panjangnya dia berjanji kelak saat gerhana merah sedang berada di atas langit dia akan kembali ke kampung halamannya membalas dendam untuk kedua orang tuanya.


(End...)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun