Mohon tunggu...
Rolan Sihombing
Rolan Sihombing Mohon Tunggu... profesional -

Kita tidak perlu otak jenius untuk memulai perubahan. Kita hanya perlu hati tulus yang tergerak mengulurkan tangan kepada penderitaan anak-anak bangsa yang tidak seberuntung kita. -www.rolansihombing.wordpress.com-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masalah Pemanasan Global dan Aplikasinya Bagi Gereja-gereja di Indonesia

7 Oktober 2010   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:38 2042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertolak belakang dengan itu, gelombang panas yang semakin menyengat selain menguapkan air laut, ia juga menghisap cadangan air tanah. Akibatnya kekeringan pada satu wilayah akan semakin meluas, seperti yang terjadi di Gunung Kidul atau Wonogiri. Contoh lain dari kekeringan yang mengerikan ini adalah seperti yang terjadi di danau Chad, sebuah danau yang berbatasan langsung dengan empat negara yaitu Nigeria, Niger, Kamerun, dan Chad. Danau yang pernah menjadi danau terbesar ke enam di dunia, hari telah mengalami penyusutan sebanyak sepuluh kali dari luas aslinya.[9]

Kondisi cuaca yang ekstrim seperti di atas tentu menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia pertanian Indonesia. Ketidakstabilan cuaca akan menimbulkan ketidakpastian musim tanam dan musim panen. Tidak hanya itu, hujan yang deras akan memicu kebanjiran pada lahan-lahan pertanian, dan sebaliknya kemarau yang panjang akan memicu kekeringan yang parah pada lahan-lahan pertanian. Akibatnya, produktivitas petani akan sangat terganggu. Petani Indonesia yang sudah dipersulit oleh pemerintah dengan kebijakan pangan yang tidak berpihak pada petani; dan saat ini ditambah dengan dampak kenaikan BBM-akan menjadi barisan masyarakat miskin yang baru.[10]

Yang ketiga, mewabahnya penyakit-penyakit tropis. Iklim yang hangat akan membuat wabah penyakit yang lazim ditemukan di daerah tropis, semakin meluas ke daerah yang dingin dan sub-tropis seperti Eropa dan Amerika. Diperkirakan saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah dimana wabah malaria lazim terjadi. Jika iklim di bumi semakin menghangat, persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen.[11] Selain malaria, penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk seperti demam berdarah juga akan melanda di seluruh dunia saat iklim menjadi lebih hangat. Menurut  IPCC, sekitar 3,5 milyar orang di tahun 2085 beresiko terkena penyakit demam berdarah.

Selain dua penyakit tersebut, para ilmuwan memprediksikan akan muncul berbagai penyakit baru. Ini terbukti dengan adanya SARS, flu burung, dan ebola. Contoh wabah lain yang sedang hangat-hangatnya, yaitu Enterovirus 71 atau EV-71. Virus ini menyerang anak-anak, menyebabkan sakit pada tangan, kaki, dan mulut serta kelumpuhan. Penularan dari penyakit ini dapat melalui air liur, tinja, ingus dan lendir dari hidung atau kerongkongan. Beberapa tanda penyakit tersebut meliputi demam, kulit bagai terbakar dan rasa sakit di dalam tenggorokan, mulut, kaki dan ibu jari. Selain di Cina, virus ini telah ditemukan di Vietnam dan Singapura. Disinyalir, wabah ini akan terus merebak di Cina selama beberapa bulan ke depan karena virus itu cepat berkembang dalam cuaca panas.[12]

Berbagai Persetujuan Internasional Mengenai Masalah Pemanasan Global

Karena dampak pemanasan global ini sangatlah luas dan juga meresahkan, maka PBB berinisiatif memprakarsai beberapa konferensi internasional pada masalah lingkungan hidup. Secara keseluruhan PBB telah menyelenggarakan 16 konferensi mengenai masalah perubahan iklim, tetapi dalam artikel ini hanya akan dibatasi pada tiga konferensi yang dianggap paling penting dan juga yang paling sering dikutip di pelbagai buku, yaitu United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Conference of Parties 3 di Kyoto, dan United Nations Climate Change Conference (UNCCC) di Denpasar.[13]


UNCED yang dilaksanakan di Rio de Janeiro Brazil (3-14 Juni 1992) dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya besar-besaran masyarakat global untuk memperbaiki dampak dari kegiatan sosial ekonomi manusia terhadap lingkungan. Para delegasi dari 178 negara selain berupaya membahas masa depan manusia dan keberlanjutan Planet Bumi, mereka juga mulai menyadari kenyataan bahwa perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam harus diintegrasikan dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan. Kesadaran ini pun memuncak dengan lahirnya konsep "Pembangunan Berkelanjutan" yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Konsep ini diciptakan untuk mempertemukan dua kubu yang sebelumnya dianggap bertentangan, yaitu pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan.

Pertemuan UNCED mencontohkan bahwa kalau seseorang miskin dan ekonomi suatu negara lemah, maka lingkungan akan menderita; jika lingkungan dirusak dan sumber daya dipergunakan secara berlebihan, masyarakat akan menderita dan ekonomi pun akan memburuk. Salah satu hasil dari UNCED yang kemudian bermuara pada Protokol Kyoto adalah Kerangka Konvensi mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change). Konvensi yang mengikat secara hukum dan ditandatangani oleh 154 negara tersebut bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir.[14]

Hasil lain yang cukup penting dari UNCED adalah Deklarasi Rio. Deklarasi ini berisi 27 prinsip yang dapat diaplikasikan secara universal untuk menjamin perlindungan lingkungan dan pembangunan yang bertanggung jawab. Deklarasi ini dimaksudkan sebagai "Hak-hak Asasi Lingkungan" (Environmental Bill of Rights). Selain itu adalah Konvensi Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity) yang bertujuan untuk melestarikan aneka sumber daya genetika/plasma nutfah, spesies, habitat dan ekosistem; menjamin pemanfaatan secara berkelanjutan berbagai sumber daya hayati, dan untuk menjamin pembagian manfaat keanekaragaman hayati secara adil. Dan yang terakhir adalah Prinsip-prinsip Rio tentang Hutan (Rio Forestry Principles) yang terdiri dari 15 prinsip yang secara hukum mengikat para pengambil keputusan di tingkat nasional dan internasional dalam rangka perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip ini juga merupakan dasar-dasar proses untuk Konvensi Kehutanan Internasional (International Forestry Convention).[15]

Persetujuan internasional yang berikutnya adalah Protokol Kyoto.[16] Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, yang dibentuk pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992). Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC. [17]

Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB, Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi     rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca seperti Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrosus Oksida (N2O), Sulfur Heksafluorida (SF6), Hidrofluorokarbon (HFC), dan Perfluorokarbon (PFC) yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia.[18]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun