Kami jalan berdua menapaki Mahameru. Kebayang nggak romantisnya. Dia berjalan di depan cari jalan aku menapaki di belakang nya. Kamu tahu kan puncak berpasir itu, dingin membeku tetapi tetap pasir.
Mendaki satu langkah bisa mbrosot dua langkah. Sesekali dia memberikan cahaya senter nya padaku. Berjalan berdua dengan kabut tipis - tipis dibawah malu bulan sabit dan riuh gumintang. Aku bahagiaaa....
Dia seperti nya mau menghela nafas, berhenti tepat diatas semacam batu besar. Duduk disitu, siluet bayang - bayang nya nampak indah. Aku segera beranjak pengen duduk dan menghela nafas bersama nya di batu itu.
Kini ku tepat disamping nya. Aku terduduk ...
Tetiba batu besar Itu ambrol, aku jatuh diluar jalur beberapa meter kebawah. Duhhh kacau...semua untung batu itu tidak menghantam kepala ku. Kamu tahu apa yang terjadi setelah nya?
Dia pergi begitu saja tanpa melihat kondisi ku bisa jalan atau tidak. Dia cuek seolah tidak terjadi apa ", aku di tinggal sendiri dalam kondisi yang kurang baik. Kenapa dia begitu lagi ... ku ingat beberapa kejadian di Argopoero waktu itu. Sampai perjalanan terakhir tadi. Dia sering menjulurkan tangannya untuk membantu ku melewati Medan yg sulit,akar pohon, tebing terjal semacamnya, tetapi seperti biasa selalu ku tolak. Aku bisa berusaha sendiri cari tambatan akar batu atau tebing. Aku menolak uluran gandengan tanganmu saat itu.
Tapi sekarang kondisi nya lain, aku benar - benar butuh bantuan. Dia melangkah jauh meninggalkan ku. Sakit sekali rasanya. Kenapa perasaan ini tidak dipahaminya. Aku segera merangkak naik, tidak peduli sandal jepitku membekukan jari - jari kakiku.
Aku bangkit bergerak dan aku bertekad, akulah yang harus tiba di puncak Mahameru pertama kali. Kulewati engkau seolah kamu tidak ada. Masih begitu gelap ku meraba jalan. Akhirnya aku sampe tepat subuh, Masih gelap tak ada garis merah sedikitpun di ufuk timur.
Ambil tayamum, aku bersujud. Dingin membeku tak bergerak, kawanku masih terasa jauh di bawah, 30 menit aku terdiam. Menyaksikan sunrise berlahan, sendiri tanpa siapa - siapa. Ku tulis namamu di puncak berpasir itu ... Ku perhatikan namamu itu, ku merenung ...
Cintah Dan Rasa tidak harus dipaksakan. Meskipun everything is possible kenyataan nya yang terjadi adalah fakta. Kuhapus berlahan namamu di pasir itu ditemani cahaya Surya yg mulai menghilangkan satu persatu bintang. Bersih pasir itu dari namamu dibarengi muncul nya sosok mu. Dan Semoga Cinta yang menyiksaku ini juga segera berlalu. Akan kubunuh satu persatu bintang harapan itu.( Bersambung, bag akhir )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI