Alih-alih membubarkan DPR, beberapa alternatif solusi bisa dipertimbangkan:
1. Reformasi Kelembagaan: Meningkatkan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, termasuk keterlibatan KPK serta penguatan peran Badan Kehormatan DPR.
2. Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong keterbukaan anggaran DPR agar publik dapat mengakses informasi penggunaan dana secara jelas.
3. Partisipasi Publik: Membuka ruang deliberasi publik dalam proses legislasi sehingga rakyat dapat lebih aktif mengawal produk hukum.
Langkah-langkah tersebut selaras dengan gagasan bahwa perbaikan sistem lebih mendesak daripada pembongkaran total (Yuliana, 2021).
Kesimpulan
Wacana "bubarkan DPR" memang mencerminkan keresahan publik terhadap kinerja lembaga legislatif. Namun, dari perspektif konstitusi dan demokrasi, pembubaran DPR bukanlah solusi yang rasional. Justru, hal tersebut berpotensi menciptakan instabilitas politik dan hukum. Reformasi, transparansi, dan peningkatan partisipasi publik menjadi pilihan yang lebih tepat untuk memperbaiki citra serta kinerja DPR.
Disclaimer: Artikel ini tidak bermaksud untuk mendukung atau menolak gagasan pembubaran DPR, melainkan menghadirkan analisis objektif berdasarkan kajian akademik. Segala bentuk interpretasi diserahkan kepada pembaca dengan tetap mengedepankan prinsip netralitas.
Referensi:
Arifin, Z. (2023). Demokrasi dan Reformasi Parlemen di Indonesia. Jurnal Politik Indonesia, 15(2), 101--118.
Kusmanto, H. (2021). Parlemen dan Demokrasi Konstitusional di Indonesia. Jurnal Hukum & Demokrasi, 12(1), 55--70.