Disclaimer: Artikel ini disusun semata-mata untuk tujuan analisis akademik dan refleksi publik. Penulisan dilakukan secara netral, tidak memihak kepada pihak manapun, serta tidak dimaksudkan untuk mendukung atau menentang kelompok politik tertentu. Segala argumen yang disajikan bersumber dari kajian akademis, penelitian ilmiah, dan analisis konstitusional yang relevan.
Gelombang demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR/MPR RI menandai titik puncak ketidakpuasan publik terhadap lembaga legislatif. Tuntutan utama massa adalah pembubaran DPR, sebuah wacana yang muncul setelah publik dikejutkan oleh rencana pemberian tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan. Pertanyaan fundamental yang perlu diajukan adalah: apakah membubarkan DPR benar-benar menjadi solusi, atau justru menambah masalah baru bagi bangsa?
DPR dalam Sistem Demokrasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga penting dalam sistem demokrasi Indonesia. Ia berfungsi sebagai representasi rakyat, pembuat undang-undang, serta pengawas jalannya pemerintahan. Pembubaran DPR, tanpa adanya mekanisme pengganti yang konstitusional, berpotensi melumpuhkan sistem check and balance. Sebagaimana ditegaskan oleh Kusmanto (2021), keberadaan DPR adalah prasyarat esensial bagi tegaknya demokrasi konstitusional. Tanpa parlemen, kekuasaan eksekutif bisa berjalan tanpa pengawasan dan rentan melahirkan otoritarianisme.
Ketidakpuasan Publik dan Krisis Kepercayaan
Meski demikian, fakta menunjukkan rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR. Lembaga Survei Indonesia (2023) mencatat bahwa DPR menempati salah satu posisi terendah dalam indeks kepercayaan publik dibanding lembaga negara lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan isu korupsi, rendahnya produktivitas legislasi, serta kebijakan yang sering dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Penelitian Maulana (2020) juga menunjukkan bahwa maraknya perilaku koruptif anggota legislatif memperburuk legitimasi DPR di mata masyarakat. Tidak mengherankan jika demonstrasi dengan tuntutan "bubarkan DPR" muncul sebagai ekspresi frustrasi rakyat terhadap kondisi tersebut.
Risiko dan Dampak Pembubaran DPR
Wacana pembubaran DPR perlu ditinjau dari sisi dampak politik dan hukum. Pembubaran lembaga legislatif tanpa landasan konstitusional justru berpotensi menimbulkan instabilitas negara. Salsabila (2022) menyebutkan bahwa ketidakstabilan lembaga legislatif dapat memperlemah kualitas demokrasi serta menurunkan daya tarik investasi asing. Dengan kata lain, solusi instan berupa pembubaran justru bisa menghadirkan masalah ekonomi dan politik baru.
Selain itu, menurut kajian Arifin (2023), reformasi kelembagaan lebih efektif dilakukan melalui penguatan mekanisme etik, transparansi anggaran, dan partisipasi publik dibandingkan melalui pembubaran total. Dengan langkah tersebut, demokrasi tetap terjaga tanpa merusak fondasi sistem ketatanegaraan.
Alternatif Solusi