Mohon tunggu...
Riska Khairunnisa Sinaga
Riska Khairunnisa Sinaga Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Luka yang Tak Terlihat

3 Oktober 2025   16:20 Diperbarui: 3 Oktober 2025   16:19 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kak, kamu kenapa menangis?" tanya adiknya, yang sudah berdiri di pintu kamar.

Ana buru-buru menghapus air matanya. "Nggak apa-apa. Kakak cuma capek."

Adiknya hanya mengangguk, lalu kembali ke kamarnya.

Ana mengambil buku catatan kecil dari bawah bantalnya. Buku itu adalah satu-satunya tempat di mana ia bisa menuliskan semua perasaannya. Dengan tangan gemetar, ia mulai menulis:

"Kenapa hidupku seperti ini? Aku sudah mencoba minta tolong, tetapi tidak ada yang mendengar. Tidak ada yang percaya. Apa aku memang seharusnya hidup seperti ini? Apa aku salah lahir di dunia ini?"

Setelah selesai menulis, Ana menutup buku itu dan memeluknya erat. Ia tahu bahwa satu-satunya orang yang benar-benar mendengarkannya saat ini hanyalah kertas dan tinta.

***

Hari itu, hujan turun deras di kota kecil tempat Ana tinggal. Langit kelabu mencerminkan suasana hatinya yang rapuh. Sepulang sekolah, Ana dan Ria berjalan bersama di bawah satu payung yang Ria bawa. Hujan membuat langkah mereka lambat, tetapi Ana tidak keberatan. Setidaknya, hujan menyembunyikan air mata yang mulai mengalir di pipinya.

"Ana, kamu kenapa? Sepertinya kamu banyak pikiran akhir-akhir ini," tanya Ria sambil melirik sahabatnya yang terus menunduk.

Ana tidak menjawab. Ia hanya mengeratkan pegangannya pada tali tasnya. Baginya, kata-kata sudah terlalu sulit untuk diungkapkan.

"Kamu tahu, kan, aku selalu ada kalau kamu mau cerita," lanjut Ria dengan nada lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun