Mohon tunggu...
Riska Amelia
Riska Amelia Mohon Tunggu... Freelancer - Absurd

Seorang yang suka dengan sastra dan filsafat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pencuri-pencuri Buku

16 September 2021   20:40 Diperbarui: 16 September 2021   20:44 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka berdua segera menjauh dari pandanganku. Ruang yang  semula hangat kembali pening dan dingin. Suara burung tekukur yang kesepian pun terdengar sangat keras saat dua bocah itu kembali ke kelas. Aku segera menutup jendela tersebut. Ada kerancuan di dalam hatiku. Aku segera turun dari kursi tanpa menyelotnya. Entah, mungkin karena aku sedang bingung. 

***

Tiga hari sudah berlalu. Setiap hari setelah kejadian pencurian itu—di dalam kelas aku terus memerhatikan Anju dan Zaenab. Seperti anak-anak lainnya, tidak ada yang mencurigakan dari kedua bocah itu. Mereka tak tampak kutu buku, juga tak tampak melankolis sepertiku. Mereka tampak tenang seperti biasanya. Bahkan, setelah melihat ke arahku. 

“Pak Wawan!” teriak Martin membuat semua anak yang ada di kelas wara-wiri membenarkan diri. 

Aku sedikit gelisah mendengar teriakan Martin. Dari kedalaman yang tidak terjamah, seseorang berteriak gemetar menyuruh sembunyi. Tapi bukankah semua sudah terlambat? Sekarang guru itu sudah berdiri di ambang pintu. 

Sekali lagi aku melihat ke arah Anju dan Zaenab. Reaksi mereka tidak berubah. Mereka masih bersikap tenang seperti air yang mengalir pelan menuju hilir. 

Pak Wawan mulai membuka suara. “Hari ini saya mengecek perpustakaan. Tapi, saya dikejutkan.”

Di dalam kelas Pak Wawan tertawa. Diikuti anak-anak lain, yang tertawa karena mendengar suara tawanya yang aneh. 

“Buku-buku yang mana merupakan hasil donasi telah hilang dicuri para pencuri.”

“HAHHHH?!” ujar anak-anak secara serentak.

“Dan kalian tahu apa yang paling membuat getir sekaligus membuat saya gusar? Yaitu mengetahui bahwa para pencurinya kita sendiri. Tanpa dilumati takut, kepada kita ia mengobral senyum dan tawa cerahnya. Kalian tahu? Itulah yang membuat saya gusar dan harus turun tangan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun