I. Seiring Bertambahnya
Makin sendu senyummu
mekar menyeruak ke pelataran rumahmu
menyatu dengan bunga gantungan itu
serta embun pagi yang menghiasi
Makin tumbuh usiamu
mendewasakan alam pikiran
dan laku perbuatan
Di hari baik nan gemerlang ini
tak ada sempat buat diri mengucap
kalimat puisi yang sempat tersendat
hanya bisa prosa tersalam
menyatu dengan angin malam
dan udara pagi mesra
yang menyapu kantukmu
II. Karena
Di setiap bait puisi ini
bersemayam rindu
yang melimpah ruah
Di setiap untaian prosa yang saya buat
bersemayam cinta
yang terpaksa sirna
Dan di setiap doa yang terpanjat,
terselip namamu
lengkap tanpa kurang pun satu
III. Rindu Membuatku Bertanya
Akankah sunyimu itu sendu?
yang berpadu dengan alunan gitar sore hari
dengan mentari yang hendak pergi
serta malam yang hendak menghampiri.
Sudahkah hadirku terganti?
Oleh orang yang kini menemani
dan menghiasi segala bait puisi
serta ranum mata indah itu.
IV. Terselip Rindu di Antara Embun Pagi Ini
Saya sematkan untukmu
dan hanya padamu
Saya sisipkan sebait rindu di antara embun pagi
dan kabut yang menyelimuti halaman rumahmu
yang kata per katanya terpatri alunan puisi
apakah kau membacanya?
Itu! kini ia telah menyebar
di pot gantungan, lalu mengudara ke cakrawala
apakah kau melihatnya?
Udara pagi menusuk dinginmu
yang sendu tersirat membisik rindu
dan harusnya masuk ke dalam hatimu
apakah kau merasakannya?
V. Dari Kejauhan, Saya Kirimkan Salam
Bersama embun pagi ini
yang bersembunyi di bawah daun
pot gantung depan rumahmu
Saya sisipkan sepotong prosa
yang merdu nan sendu
mengalun malu di antara pikiran
akan rindu yang bertalu
Pada senyum yang merekah
dan bertambahnya hadirmu
di kehidupan
untuk seseorang di Kota 'W'
setiap 21 Maret
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI