Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tor Sinabung

6 Desember 2017   11:05 Diperbarui: 19 Januari 2021   22:02 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

21 tahun yang silam
Aku berdiri di puncakmu
Ketika itu hujan berbuah teramat lebat sangat
Kelaparan hampir merenggut nyawaku
Kedinginan membuat lidahku kelu
Kakiku kaku, dan tubuhku membeku

Kabut, embun dan awan di puncakmu
Menabrak wajahku menghajar perutku
Aku terjungkal, tumbang lalu terkapar
Aku tidak mempunyai selimut untuk penghangat
Juga sedikit makananpun aku tidak ada

Ingin aku mengetuk kamarmu
Membangunkanmu meminta apimu
Siapa tau di periukmu tersisa sebutir nasi

Tapi aku terlalu takut amarahmu bangkit
Laharmu terlalu panas
Debumu terlalu tebal untuk di hirup
Lebih baik aku mati kelaparan
Dalam kedinginan hujan, embun, awan dan kabut

Tetapi saya terlalu yakin
Engkau tidak dapat melakukan apapun
Engkau sudah mati
Amarahmu sudah mai
Debumu sudah mati
Laharmu sudah mati

Aku salah,
aku khilap,
tertampar tanya

Engkau masih hidup, debumu panas tinggi
Engkau marah tak putus-putus
4 tahun lebih engkau meradang
Dan belum ada tanda-tanda berhenti

Batuk rejanmu bergemuruh
Aku sumpahi semoga engkau mati
Tak pernah hidup untuk selamanya
Agar sakitmu sembuh dan tidak pernah kambuh. (RS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun