Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Presiden, Masihkah Memikirkan Kami?

20 Maret 2017   21:39 Diperbarui: 20 Maret 2017   22:43 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Presiden Jokowi dengan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara. Sumber: kumparan.com

Judul pertemuan itu adalah membicarakan kesenjangan di negara ini. Kesenjangan yang diakibatkan oleh adanya ketimpangan pembangunan di Indonesia. Mungkin Presiden Jokowi ingin membahas potret ketimpangan seperti yang digambarkan Oxfam. Pada 23 Februari 2017, Oxfam Indonesia dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFlD) merilis laporan berjudul “Menuju Indonesia yang Lebih Setara”. Laporan ini mencatat peringkat ketimpangan ekonomi Indonesia berada di posisi enam terburuk di dunia. Dalam laporan Oxfam itu dikatakan harta 4 orang terkakya Indonesia setara dengan harta 100 juta penduduk.

Ketimpangan adalah sebuah keniscayaan. Tidak akan mungkin dihilangkan setidaknya menurut pemenang Nobel Ekonomi tahun 2007 Eric Stark Maskin, yang baru-baru ini berkunjung ke Indonesia. Gegaranya, manusia memiliki perbedaan kemampuan.

Tetapi pertanyaannya, apakah masalah kesenjangan ini masih berhubungan dengan korupsi yang ada di Indonesia. Pertanyaan lebih lanjut, apakah korupsi KTP ini berkaitan dengan masalah kesenjangan yang ada di Indonesia?

Pertemuan high profileyang dihadiri oleh petinggi negara itu seharusnya juga membahas kasus mega korupsi KTP-el. Setidaknya masyarakat mempersepsikannya demikian. Terlebih salah satu peserta yang hadir termasuk di dalam daftar penerima aliran uang proyek itu. Nilai yang ‘digarong’ hampir 50%.

Masyarakat sebenarnya ingin agar presiden mempertanyakan dan membahas langkah-langkah yang harus dilakukan menangani perkara itu. Kasus dimana KPK sendiri khawatir dengan dampak politisnya. Alih-alih membahas kasus korupsi itu, masyarakat mendengar malah presiden dan para petinggi negara itu bicara soal lain. Dampaknya, banyak pertanyaan muncul di masyarakat.

Apakah presiden cukup hanya mengatakan kasus itu harus diungkap tuntas dalam sebuah konferensi pers? Apakah presiden sudah merasa cukup hanya memberikan instruksi penyelesaian terkait kasus ini? Apakah presiden sebenarnya sedang mencoba mengukur dampak politis yang terjadi jika kasus ini diungkap hingga akar-akarnya? Apakah presiden memikirkan dampaknya ke masyarakat? Apakah presiden masih berfikir tentang rakyatnya? Semua pertanyaan itu berkecamuk begitu berita yang meruar ke masyarakat tentang pertemuan itu hanya membahas jurang kaya miskin di Indonesia.


Tidak Selalu Mendengar Semuanya

Jadi teringat suatu adegan film Snowden tentang Snowden, seorang ahli komputer di National Security Agency(NSA) yang membelot ke Rusia. Adegan itu menggambarkan pelatihan terkait tugas dan fungsi sekelompok ahli komputer terpintar se-Amerika yang direkrut untuk kebutuhan inteligen.  Mentornya mengatakan bahwa tidak semua informasi di pemerintahan dibagikan. Media tidak selalu mendapatkan semua yang terjadi di pemerintahan. Bahkan porsinya jauh lebih besar dari pada yang disampaikan ke media atau ke publik. Terlebih pertemuannya sensitif.

Jika pernyataan di dalam adegan itu dipakai dalam konteks pertemuan Jokowi dengan para petinggi negara, maka ada kemungkinan informasi yang disampaikan ke media terbatas. Jika semua informasi disampaikan secara gamblang,mungkin ada pengaruhnya ke berbagai hal.

Jika argumentasi di atas dipakai, masih ada harapan tentunya, bahwa perbincangan antara Presiden Jokowi dengan para petinggi negara itu soal perkara mega korupsi itu. Upaya-upaya tentunya dilakukan Jokowi untuk menyelesaikannya. Tentunya sebagai bagian dari mewujudkan Nawa Citanya.

Dengan gayanya yang kalem, tenang dan senyap, Jokowi juga sepertinya melakukan hal yang sama untuk perkara korupsi ini. Para pihak diundang berbicara, mungkin dari hati ke hati, terkait pentingnya pemberantasan korupsi di negara tercinta. Patinya, korupsi bisa mengakibatkan pembangunan ‘bubrah’ dan tidak menghasilkan. Korupsi yang masif bisa bermuara pada terciptanya kesenjangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun