Mohon tunggu...
riane rahayu
riane rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

istri serang abdi negara, basic pendidikan pariwisata, senang menulis, sudah menerbitkan 15 buku antologi, sedang menulis juga di GWP.ID, beerapa tulisannya pernah memenangkan lomba di internal instansi suami.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Ternyata Nenek-Nenek

4 Mei 2024   14:37 Diperbarui: 4 Mei 2024   15:16 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

         Keesokan harinya kami berkegiatan seperti biasa, namun suasana hatiku masih diliputi kesedihan yang luar biasa, memikirkan sisa KKNku yang tinggal tiga minggu ini kelanjutannya bagaimana, saat akhir pekan aku harus pulang kemana jika aku sudah memutuskan untuk keluar dari rumah, ingin pulang ke rumah Bunda terlalu jauh jaraknya dan banyak lagi pikiran yang memenuhi isi kepalaku saat itu. Malam tiba, aktivitas aku lalui seperti biasa, selepas isya kami kedatangan teman-teman KKN dari desa lain yang ingin menghabiskan sisa malam bermain UNO bersama di rumah kami, sedangkan aku dengan ritualku terlebih dahulu, teleponan dengan pacarku. Suasana hatiku sudah mulai membaik malam itu, meski terkadang masih sering melamun ketika sedang diajak bicara oleh pacarku. Saking asiknya melamun, aku sampai tidak menyadari nenek yang ku temui semalam kembali datang ke kandang sapi samping rumah dan tersenyum sambil membungkuk padaku, seketika ku bangun dari lamunanku dan membalas senyum nenek tersebut, lalu ku sudahi sambungan teleponku dan memutuskan untuk masuk ke dalam bergabung dengan teman-temanku.

        Semua teman-teman membuat kehebohan malam itu, mungkin hanya aku saja yang terlihat tidak bersemangat menghabiskan malam itu dengan turut bercanda dengan mereka. Ketika semua sedang larut dalam candaannya, tubuhku tiba-tiba seperti dimasuki sesuatu, mulutku seperti cegukan kemudian kaku tidak bisa berbicara, tubuhku dari posisi duduk tiba-tiba jatuh terbaring seketika, mataku tak berkedip sama sekali. Semua teman-temanku panik dan menghampiriku memastikan aku tidak kenapa-kenapa. Semua teman-temanku mencoba membangunkan tubuhku dari perbaringan agar kembali dalam posisi duduk, bisa namun sangat berat sekali. telingaku saat itu normal mendengar, mataku saat itu normal melihat sekitar, namun mulutku kaku tidak bisa berkata apa-apa. Tubuhku ditahan Syahru dan Gilang sekuat-kuatnya agar tetap tegak duduk, karena jika tidak ditahan badanku dengan kuatnya terbanting lagi tertidur. Fitri yang paling panik saat itu memegangi tangan kiriku, Intan memegangi tangan kananku. Nadia dan Beby memijit-mijit kakiku sambil melafadzkan ayat kursi dari mulutnya. Cici duduk terdiam menghadapku sambil komat-kamit melihat tajam mataku, Kaisar disamping Cici tak kalah komat kamit sambil menutup matanya. Aku merasa sesuatu yang berada di dalam tubuhku sedang berperang dengan Cici, karena ketika mataku melihat Cici, seketika ekspresi mukaku berubah menjadi marah. Aku tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi malam itu, teman-teman KKNku dari desa lain Robi suruh pulang agar kondisi rumah tidak terlalu padat orang, kami juga menyuruh mereka merahasiakan kejadian yang sedang menimpaku malam itu pada teman-teman KKN di desa lain, khawatir menjadi heboh jika ceritanya menyebar kemana-mana. Robi pergi keluar rumah yang ternyata ia mencari bantuan warga yang bisa membantu memulihkan kondisiku malam itu. Robi satu-satunya teman KKN ku yang selalu rajin sholat di masjid, hingga ia sudah kenal betul dengan pemuka agama setempat, tak lama Robi datang bersama satu bapak-bapak yang ternyata ketua DKM masjid setempat. Bapak itu bernama Pak Sopandi, dan ia mengatakan bahwa aku kemasukan makhluk halus.

Teman-temanku semua panik, Fitri menangis getir sambil menahan suaranya yang terbiasa kencang, sementara semua masih dalam posisi yang sama. Intan mengusap-usap tanganku, sampai ia melihat ada yang aneh dari tanganku. Seketika aku melihat ke arah tangan kananku yang dipegang oleh Intan, aku merasa jari-jari tanganku memanjang dan berubah menjadi keriput, tak lama Intan berkata “astaghfirullah! tanganmu jadi panjang gini Lun, keriput juga”. Seketika semua mata teman-teman tertuju pada tanganku, hanya saja yang ternyata yang bisa melihat itu hanya aku, Intan serta Cici. Cici yang terus beradu mata denganku lama-lama mukanya pucat pasi dan berkeringat sangat banyak. Lembang yang saat itu dingin menjadi sangat gerah di badan Cici. Pak Sopandi disamping Robi melantunkan ayat-ayat suci al-qur’an sambil sesekali berusaha membuat sesuatu yang ada ditubuhku keluar, namun nihil apa yang berada di dalam tubuhku terlalu kuat melawan Pak Sopandi dan Robi. Cici yang sedari tadi diam seketika berteriak memarahiku menggunakan bahasa Sunda, Cici seakan-akan sedang berkomunikasi dengan makhluk yang berada di dalam tubuhku, Cici kemudian melembutkan suaranya padaku, lalu menyuruh makhluk yang diam di tubuhku untuk keluar sesegera mungkin. Mulutku padahal terdiam kaku, namun Cici seperti sedang berbicara dua arah dengan makhluk yang berada di dalam tubuhku, komunikasi dua arah itu ditutup dengan perkataan Cici “Muhun Mak, ku abdi diturutan kahoyong Emak, kin Emak ayeuna kaluar nya ti rerencangan abdi, karunya Mak. (Baik Bu, sama saya dituruti kemauan Ibu, sekarang Ibu keluar yah dari teman saya, kasian Bu)”, seketika mulutku kembali cegukan, mataku melotot dan tubuhku lemas, akhirnya mulutku bisa berbicara lagi, kata-kata pertama kali yang aku ucapkan pertama kali adalah “Makasih Ci”. Ku lihat Cici sama tergeletak lemasnya sama denganku, napas kami ngos-ngosan. Semua teman perempuan tak henti mengucap syukur dengan kondisi yang kembali normal, Syahru mengambilkan dua gelas air minum untukku dan Cici agar kami berdua bisa lebih tenang. Malam itu bintangnya adalah Cici, bukan Pak Sopandi.

            Saat kondisi sudah mulai kondusif, malam semakin larut dan menunjukkan pukul sebelas malam. Cici pelan-pelan menceritakan apa yang terjadi beberapa saat lalu. Kata Cici aku kemasukan sosok nenek-nenek penghuni rumah yang terganggu dengan keributan kami selama tinggal di rumah tersebut, mendengar hal itu Fitri langsung menangis merasa bersalah karena ia merasa selama ini ia lah yang paling berisik diantara kami, Intan dan Nadia memenangkan Fitri. Gilang tak kalah merasa bersalahnya, karena ia satu-satunya diantara kami yang selalu masih beraktivitas di malam hari, meski tidak berisik juga sih. Seketika aku ingat sosok nenek-nenek yang aku temui dua malam belakangan di kandang sapi samping rumah, kata Cici itulah nenek-nenek yang memasuki tubuhku, nenek tersebut sebetulnya menghampiriku untuk memberi peringatan bahwa sebetulnya di sekitar kami ada yang merasa terganggu dengan kehebohan kami di rumah tersebut, tambah Cici katanya nenek tersebut mengincar untuk masuk ke dalam tubuh Fitri karena memang ternyata Fitri lah yang paling mengganggu nenek tersebut dengan suara tertawa kencangnya, namun nenek tersebut berhasil masuk ke dalam tubuhku karena menurut Cici kondisi tubuhku sedang lemah dan tidak konsentrasi sehingga mudah untuk dimasuki makhluk halus.

           Sejak malam itu, kami mencoba menghabiskan sisa waktu KKN kami yang tinggal dua minggu ini dengan lebih hati-hati lagi dalam bersikap. Kami larang teman-teman KKN kami dari lain desa untuk berkunjung ke rumah kami agar meminimalisir keributan yang terjadi di rumah kami, Fitri jadi lebih hati-hati lagi dalam bersikap, sedangkan aku sudah tidak berani teleponan dengan pacarku di teras samping rumah lagi karena khawatir dihampiri sosok nenek yang masuk ke tubuhku itu lagi.

          Sebelum program KKN kami benar-benar selesai, sesuai dengan tajuknya bahwa mahasiswa yang melakukan KKN itu harus meninggalkan jejak yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, dan kebetulan sekali warga setempat hanya meminta didatangi ustadz kondang yang mempunyai pesantren dekat kampus kami untuk menghadiri acara Isra Mi’raj yang akan dilaksanakan di hari terakhir kami KKN disana. Kami menyanggupi keinginan warga untuk mendatangkan ustadz tersebut lewat bantuan Robi yang sehari-hari di kampus memang terbiasa sholat di masjid tempat ustadz tersebut tinggal. Seminggu terakhir kami KKN di desa ini, kami benar-benar disibukkan membantu warga untuk menyiapkan acara Isra Mi’raj tersebut, tidak ada waktu bercanda berlebihan di malam hari karena semua dari kami sangat merasa lelah dengan aktivitas di siang hari kami. Di hari terakhir ketika acara Isra Mi’raj selesai dilaksanakan, kami pamit undur diri pada Ibu Bapak RW dan warga setempat, kami memohon maaf selama dua bulan sudah membuat keributan yang tak seharusnya kami lakukan. Hari itu kami benar-benar berpamitan dengan rumah kontrakan kami yang penuh dengan cerita bersama, aku hampiri kandang sapi samping rumah, membathin sendiri meminta maaf pada sosok nenek yang telah merasa terganggu hingga berhasil dengan mudahnya memasuki tubuhku kala itu.


         Sungguh pelajaran yang amat sangat berharga, bahwa dimanapun kita tinggal kita akan selalu berdampingan dengan makhluk Tuhan lainnya yang tidak terlihat oleh kita, sungguh dimanapun kita berada penting sekali untuk tetap menjaga sikap agar setiap makhluk bisa hidup berdampingan tanpa ada  salah satunya yang merasa terganggu oleh ulah kita yang sekiranya tidak perlu kita lakukan. Program KKN kami resmi berakhir, hari itu kami benar-benar pamit angkat kaki, undur diri dari segala bentuk cerita di dalamnya, meninggalkan cerita yang tak ingin ku alami lagi sepanjang hidupku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun