Baginya, menyampaikan informasi bukan soal ramai atau sepi, tapi tentang tanggung jawab dan integritas. Ia tahu, meski tak ada yang menyimak sekarang, mungkin ada yang akan menonton tayang ulangnya nanti. Atau mungkin, berita itu akan dikutip, dipotong, disebar ulang. Maka ia memilih tetap hadir sepenuh hati --- karena menjadi suara yang terus menyala, meski belum ada yang mendengar, adalah bentuk kejujuran tertinggi dari seorang penyampai pesan.
Strategi Adaptif untuk Menghadapi Lopas
Daripada mengeluh tentang banyaknya "Lopas", pembuat konten bisa mengambil langkah adaptif:
-
Perkuat Headline dan Visual
Judul yang jujur tapi menggugah rasa ingin tahu, ditambah visual menarik, dapat mendorong klik lebih dalam. Buat Konten Multiformat
Satu pesan bisa dibungkus dalam berbagai bentuk: artikel, video pendek, infografis, atau carousel.Fokus pada Nilai, Bukan Sekadar Angka
Ukur keberhasilan bukan hanya dari jumlah likes, tapi dari dampak konten. Siapa tahu satu orang yang membaca, adalah orang yang sangat membutuhkan.Bangun Komunitas, Bukan Sekadar Audiens
Libatkan pembaca dalam diskusi, buat ruang dialog, dan hargai semua interaksi --- sekecil apapun.
Penutup: Dari Sekadar Lihat ke Baca yang Bermakna
Fenomena Lopas adalah cerminan dari perubahan zaman digital. Di satu sisi, ini menunjukkan kejenuhan atau pergeseran cara orang mengakses informasi. Namun di sisi lain, ini juga memberi sinyal bahwa kita harus lebih kreatif, adaptif, dan realistis dalam menyusun konten.
Tugas kita bukan memaksa orang membaca, tapi menyajikan konten yang layak dibaca dan punya makna, meski hanya disimak oleh segelintir orang. Karena dalam dunia digital, yang benar-benar membaca lebih berharga daripada yang sekadar lewat.
Sebagaimana pergeseran belanja dari toko fisik ke platform daring, perilaku pembaca pun ikut berubah. Mereka lebih suka konten visual, cepat, dan instan. Infografis, carousel, atau video 30 detik lebih menarik dibanding artikel panjang.