Dalam era digital dan keterbukaan informasi seperti sekarang, pembentukan karakter menjadi isu yang semakin mendesak. Dunia pendidikan tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengetahuan akademik. Sekolah harus menjadi tempat yang mendidik siswa agar memiliki integritas, empati, dan semangat kebangsaan. Di sinilah OSIS mengambil peran penting.
Masalah Kedisiplinan di Sekolah: Sebuah Tantangan
Namun realitas di lapangan sering kali menunjukkan sebaliknya. Sekolah menghadapi tantangan dalam menegakkan kedisiplinan dan membangun budaya positif di kalangan siswa. Di beberapa kelas, masih sering ditemui siswa yang keluar masuk ruangan tanpa izin. Beberapa memilih membolos dan berkeliaran di kantin saat pelajaran berlangsung. Sementara yang lain asyik mengobrol tanpa memperhatikan guru yang sedang mengajar.
Lebih memprihatinkan lagi, muncul perilaku mencemooh, mencuri, mengompas, dan adu jotos antarteman. Ada siswa yang suka mengejek kekurangan temannya, baik secara fisik, akademik, maupun latar belakang keluarga, menyebut nama orang tua teman. Perilaku ini bisa melukai perasaan dan merusak keharmonisan kelas. Jika tidak ditangani dengan serius, siswa akan tumbuh tanpa kepekaan sosial dan empati.
Menghadapi kondisi ini, sekolah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Guru dan kepala sekolah tidak mungkin memantau seluruh aktivitas siswa dalam waktu bersamaan. Di sinilah peran OSIS sebagai mitra strategis sangat dibutuhkan.
Peran OSIS dalam Menjawab Tantangan
Sebagai organisasi yang beranggotakan siswa itu sendiri, OSIS memiliki posisi yang unik: mereka berada di tengah-tengah antara guru dan siswa lainnya. Ini membuat OSIS bisa lebih dekat dengan permasalahan yang dihadapi teman sebaya, sekaligus mampu menjadi agen perubahan yang efektif.
OSIS dapat menyusun program-program pembinaan karakter yang menyentuh langsung akar permasalahan. Misalnya, membuat kampanye bertema “Teman Hebat Tidak Mencemooh” untuk menumbuhkan budaya saling menghargai di antara siswa. Atau membuat zona aman di sekolah, yaitu area khusus di mana siswa bisa berbicara dengan pengurus OSIS ketika mengalami perundungan, stres, atau kesulitan belajar.
Selain itu, OSIS bisa mengajak siswa lainnya ikut serta dalam program “Patroli Kedisiplinan”, di mana pengurus OSIS secara berkala memantau suasana kelas dan lingkungan sekolah dengan tujuan edukatif, bukan represif. Dengan pendekatan teman sebaya, pendekatan yang tidak menggurui, siswa justru lebih mudah menerima ajakan perubahan.
Melalui OSIS, siswa juga belajar tentang kepemimpinan yang bertanggung jawab. Pemilihan ketua OSIS misalnya, bisa menjadi momen demokratisasi yang menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, serta menghormati perbedaan pilihan. Dari sana siswa belajar bahwa menjadi pemimpin bukan sekadar soal popularitas, tapi kemampuan melayani dan memberi teladan.
Dalam kegiatan-kegiatan seperti diuraikan di atas, siswa bukan hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga perencana dan pelaksana. Mereka dilatih untuk mengelola acara dari awal hingga akhir, menyusun proposal, membuat laporan pertanggungjawaban, dan mengevaluasi kegiatan. Semua ini adalah proses pendidikan karakter yang konkret.