"Coba diganti dengan Patra ya," katanya. Namun tak bertemu juga. Iseng aku ketik WTW... lalu bermunculanlah sejumlah nama WTW. Termasuk WTW Patra Edialis.
"Bilang sama Pak Edi, Abang dirawat. Suruh datang ke sini." Akupun memberitahu beliau bahwa Abang sedang dirawat di Yarsi.
Cepat Pak Edi menjawab, "Santa lai Ambo ka situ," balas Pak Edi.
"Santa lai kato Pak Edi, Pa," laporku kepada Abang.
"Yop." Jawab Abang pendek.
Tiba-tiba adzan Ashar Sabtu, 8 Maret itu berkumandang, Epi adik Abang kusuruh shalat dulu karena aku akan membimbing Abang shalat. Sesuai pesan sang Rohis tadi pagi, "Pasien harus didampingi shalat, yang mendampingi harus suci. Artinya berwudhu juga. Lalu disentuh pasien tiap pergantian bacaan dan gerakan shalat agar tidak mengantuk. Kalau bisa bacaan dibaca keras."
Abang bertayamum ke dinding rumah sakit. Ia menyapu muka lalu menyentuh dinding lagi lalu menyapu tangannya. Abangpun mulai takbir. Allohu Akbar.Â
Aku membaca Doa iftitah dalam hati Allohumma ba'id dan saat selesai menepuk tangan Abang, begitu juga Fatiha, ayat pendek, takbir rukuk, bangkit rukuk, takbir sujud, bangkit sujud, takbir sujud kedua, bangkit rakaat kedua. Ternyata abang bisa hingga 4 rakaat. Usai salam, Abang kubimbing baca doa untuk diri dan kedua orang tua, Â allohummaghfirliy wali-wali dayya... hingga doa diberi kebaikan di dunia dan di akhirat jauh dari adzab neraka, robbana atiina...
Epi adik Abang datang. Akupun izin kepada Abang shalat Ashar ke mushalla Yarsi. "Yu shalat ke mushalla, sayang!" Pamitku.
"Pailah," jawab Abang pendek.
Aku shalat Ashar di mushalla sendirian karena periode berjamaah sudah usai. Selesai shalat, aku bermohon agar shalat Maghrib, Isha, dan Subuh Abang disempurnakan Allah. Aku tak bisa mendampingi Abang di 3 waktu shalat itu.