Janji pejabat publik sering terdengar mengikat. Apalagi kalau keluar dari mulut presiden. Bagi banyak orang, ucapan pemimpin dibaca sebagai komitmen negara.
Wajar jika realisasinya ditunggu. Masalahnya, antara janji dan kenyataan sering ada jurang yang memisahkan panggung politik dari birokrasi.
Janji manis bisa berubah jadi jebakan yang pahit.
Kisah Agus Zamroni memperlihatkannya dengan jelas. Ia pengusaha alsintan asal Madiun.
Ceritanya rumit. Pada 2015, ia mendapat kunjungan Presiden Joko Widodo. Saat itu presiden berjanji akan membeli 1.000 unit alsintan merek Zaaga.
Tribunnews memberitakan hal ini pada 2025. Bagi Agus, kabar itu seperti angin segar.
Harapan naik cepat. Ia lalu mengambil risiko besar.
Mengajukan pinjaman ke bank hingga puluhan miliar untuk menambah kapasitas produksi. Pabrik diperluas, karyawan ditambah.
Nyatanya, harapan itu kandas di dinding birokrasi. Dari 1.000 unit yang dijanjikan, pemerintah pusat hanya menyerap 81 unit melalui Kementerian Pertanian. Kompas menulisnya pada 2025.
Ratusan unit lain menumpuk di gudang, jadi saksi bisu janji yang tak terwujud. Kerugian finansial pun muncul, nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Pemerintah bukan tanpa penjelasan. Istana dan Kementan menyebut pembelian memang dibatasi oleh beberapa faktor.