Ia menyalakan hazard sebentar, lalu menerobos masuk ke jalur yang lebih lengang. Mobil-mobil saling berebut jalur, suara klakson panjang nyaring terdengar dari belakang.
Di depan, sebuah motor Grab mendadak memotong jalannya dari sisi kiri. Haikal injak rem mendadak. Ban berdecit, tubuhnya terhentak ke depan.
"Gila!" serunya.
Pengendara Grab itu berhenti sejenak, menoleh ke arah mobil Haikal dengan wajah merah padam. Helmnya setengah terangkat.
"Eh, lo bawa mobil pake mata nggak, Bang? Hampir nabrak gue tadi!"
Haikal buru-buru membuka kaca jendela. "Maaf, Bro! Gue agak buru-buru, telat jemput istri di bandara."
"Buru-buru? Semua orang juga buru-buru di Jakarta! Kalo mau ngebut, jangan di jalan umum, Bang! Ini bukan sirkuit Sentul!" si pengendara Grab makin nyolot, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Haikal.
Haikal mengangkat tangan, mencoba menenangkan. "Udah, salah gue, gue minta maaf."
Tapi si pengendara masih ngamuk, suara klakson dari belakang makin keras. "Udah tau salah, masih aja ngebut! Jangan karena mobil gede seenaknya!"
Haikal menutup kaca jendela cepat, menarik napas panjang. Ia tahu kalau diterusin, bisa jadi ribut panjang. Dari speaker mobil, muncul suara notifikasi WhatsApp lagi: Rike.
"Sayang, udah sampai tol belum? Aku nungguin lama banget, kok nggak nyampe-nyampe."
Haikal menekan tombol voice note dengan jari gemetar, masih kesal.
"Sayang, Jakarta macet banget. Tadi hampir aja aku tabrakan sama motor Grab, udah kena semprot pula. Sabar ya, aku usahain cepat sampai."