Mohon tunggu...
Restianrick Bachsjirun
Restianrick Bachsjirun Mohon Tunggu... Ketua Umum Perhimpunan Revolusioner Nasional (PRN)

Direktur Pusat Studi Politik, Hukum dan Ekonomi Nusantara (PuSPHEN), Founder Networking South-East Asian Studies (NSEAS), Ketua Umum Perhimpunan Revolusioner Nasional (PRN), Alumni Fisip Universitas Jayabaya, Jakarta, dan juga seorang Entreprenuer Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Massa, Elite, dan Negara: Menelusuri Jejak Demonstrasi dari G30S 1965, Reformasi, hingga Aksi 2025

1 September 2025   17:24 Diperbarui: 1 September 2025   17:24 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karena itu, tantangan utama pemerintah terletak pada membedakan secara jernih antara aspirasi rakyat yang lahir dari keresahan otentik dan kebutuhan perubahan, dengan provokasi elite rente yang menjadikan aksi massa sebagai alat tawar-menawar politik. Aspirasi rakyat perlu dirangkul melalui kanal dialog yang terbuka, mekanisme partisipasi yang bermakna, dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan mayoritas. Sebaliknya, provokasi elite rente harus ditindak dengan hukum yang adil, tanpa diskriminasi, dan tanpa mengorbankan kebebasan sipil.

Pelajaran penting dari gelombang protes beberapa tahun terakhir adalah bahwa demokrasi Indonesia masih rapuh, tetapi sekaligus resilien. Rakyat Indonesia tidak pernah kehabisan energi untuk menyuarakan keadilan, namun energi itu bisa menjadi produktif atau destruktif, tergantung bagaimana negara menanggapinya. Jika respons negara represif dan menutup ruang dialog, maka jalan instabilitas akan terbuka lebar. Tetapi jika responsnya inklusif, aspiratif, dan penuh kearifan, maka protes justru bisa menjadi energi konsolidasi demokrasi.

Dengan demikian, kesimpulan strategis yang perlu digarisbawahi adalah: tahun 2025 dapat menjadi momentum emas konsolidasi demokrasi, asalkan pemerintah mampu mengelola dinamika sosial-politik dengan arif dan visioner. Namun, jika pemerintah gagal memahami aspirasi rakyat dan membiarkan oligarki rente menguasai ruang publik, maka jalan menuju siklus instabilitas baru tidak bisa dihindarkan.

Pilihan ada di tangan negara dan rakyat. Sejarah Indonesia berulang kali menunjukkan bahwa ketika negara gagal mendengar suara rakyat, rakyat selalu menemukan jalannya sendiri. Oleh karena itu, menyalakan kembali semangat partisipasi, keadilan, dan dialog adalah satu-satunya jalan untuk memastikan bahwa demokrasi Indonesia tidak mundur, melainkan melangkah ke depan menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.*****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun