Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

KAWAN SERUMAH | Cerpen Banyu Biru

4 Juli 2025   11:51 Diperbarui: 5 Agustus 2025   19:56 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehari dua hari aman. Tidak ada pengalaman mistis atau semacam gangguan. Aku mengaku senang juga tinggal di rumah kos yang baru saat menelepon ibu kemarin. Ibu juga kelihatan senang rumah ini kelihatan lebih cerah katanya. Namun, belum genap satu minggu, barulah keanehan itu mulai datang.

Aku dibangungkan oleh derit papan kayu yang mungkin memuai serta langit-langit papan berwarna cokelat kuat itu membuatku sadar betul kalau aku sedang tidak berada di kamar kosku yang baru. Dengan penerangan yang agak redup lain dari biasanya. Udaranya agak dingin dan kulitku tidak terbiasa.

Tok... Tok... Tok

"Fiki"

Tubuhku menegang. Ketukannya terasa asing. Suaranya memang milik Pak Dibyo, tetapi terasa lebih dingin.

Namaku dipanggil berseling dengan ketukan tak wajar. Aku merasa bajuku telah menempel dengan punggung karena basah dengan keringat. Ingin sekali aku menjawab, tetapi aku takut dibalik pintu itu Pak Dibyo tidak lagi seperti yang kukenal sebelumnya.

Ceklek

Gagang pintu bergerak. Derit pintu yang harusnya terdengar biasa serasa mencekam. Entah makhluk apa yang akan muncul dari balik daun pintu. Dadaku beredegup kencang. Aku tidak siap dengan skenario terburuk yang mungkin terjadi. Bisa jadi aku mati malam ini.

"Nak Fiki, kenapa tidak jawab Bapak?"

Aku mengembuskan napas lega selega-leganya. Pria dewasa yang tampak dihadapanku jauh dari yang kubayangkan. Ini sekaligus mematahkan gambaran hantu menyeramkan penuh dengan borok atau luka membusuk yang menganga dan menjijikkan. Pak Dibyo tetap sama seperti saat awal aku mengenal beliau. Perawakan yang tinggi, pembawaan yang tenang dan senyum ramahnya. Aku sudah bisa menggerakkan tubuhku dan segera duduk.

"Pak, kenapa saya kembali lagi ke rumah ini?" Aku seperti sedang berbicara dengan orang betulan sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun