Kelsen menolak pandangan Austin tentang hukum sebagai “perintah penguasa”. Baginya, hukum lebih tepat dipahami sebagai sistem norma yang tersusun hierarkis. Norma tingkat rendah memperoleh validitas dari norma tingkat lebih tinggi, membentuk struktur piramida.
Contohnya, sebuah peraturan menteri sah karena bersumber pada undang-undang. Undang-undang sah karena diturunkan dari konstitusi. Konstitusi sendiri sah karena berpangkal pada norma dasar (Grundnorm). Hierarki ini menciptakan keteraturan logis, sehingga hukum dapat dianalisis tanpa merujuk ke faktor eksternal.
Model hierarkis ini memungkinkan hukum dipahami sebagai sistem yang konsisten. Penyelesaian konflik norma pun dapat dilakukan dengan melihat posisi relatif dalam hierarki. Pemikiran ini sangat berpengaruh dalam pembentukan sistem hukum modern, khususnya di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut tradisi hukum tertulis.
III.2.3. Grundnorm (Norma Dasar)
Konsep paling terkenal dari Kelsen adalah Grundnorm. Ia mendefinisikannya sebagai norma dasar yang tidak diturunkan dari norma lain, melainkan dipresuposisikan agar seluruh sistem hukum memiliki validitas.
Misalnya, dalam sistem konstitusional, Grundnorm dapat dipahami sebagai “Konstitusi harus ditaati”. Konstitusi memperoleh validitas bukan karena norma lebih tinggi, tetapi karena masyarakat dan ilmuwan hukum mempresuposisikan norma dasar tersebut.
Kelsen menekankan bahwa Grundnorm bukanlah hukum positif dan bukan pula moral universal. Ia adalah konstruksi teoretis yang memungkinkan kita menjelaskan keberlakuan hukum positif. Tanpa Grundnorm, sistem hukum akan terputus dan kehilangan legitimasi formal.
Konsep ini sering dikritik sebagai “fiksi metafisik”, tetapi bagi Kelsen, ia adalah syarat logis agar hukum dapat dianalisis secara koheren. Dengan Grundnorm, kita bisa memahami bagaimana norma memperoleh validitas tanpa harus kembali ke penguasa absolut atau keadilan alamiah. Inilah sumbangan besar Kelsen terhadap teori hukum modern.
III.3. Hukum Internasional & Kelsen: Hukum Dunia sebagai Sistem Normatif
Kelsen bukan hanya teoretikus hukum nasional, tetapi juga salah satu arsitek intelektual hukum internasional. Ia berusaha membuktikan bahwa hukum internasional adalah sistem normatif yang sah, bukan sekadar perjanjian politik antarnegara.
- Pertama, ia menolak doktrin kedaulatan absolut. Menurut Kelsen, kedaulatan negara hanyalah konstruksi hukum, bukan fakta alamiah. Oleh karena itu, hukum internasional memiliki kedudukan lebih tinggi, karena ia menetapkan norma dasar bagi negara. Dengan kata lain, validitas hukum nasional bergantung pada hukum internasional.
- Kedua, Kelsen melihat hukum internasional sebagai sistem hierarkis global. Norma-norma internasional (misalnya larangan perang agresif atau perlindungan hak asasi manusia) menjadi dasar sahnya aturan hukum nasional. Ini berarti hukum internasional bukan sekadar koordinasi, tetapi subordinasi normatif.
- Ketiga, Kelsen menekankan pentingnya lembaga internasional. Ia mendukung pembentukan Mahkamah Internasional dan bahkan membayangkan hukum dunia dengan otoritas global. Menurutnya, perdamaian dunia hanya bisa dicapai jika hukum internasional dipahami sebagai sistem hukum tertinggi, bukan sekadar kesepakatan politik.
Pemikiran ini sangat radikal di zamannya, ketika banyak negara masih menganggap hukum internasional sebagai “hukum lemah”. Namun, pasca Perang Dunia II dan lahirnya PBB, gagasan Kelsen menemukan relevansi. Prinsip supremasi hukum internasional, pengadilan internasional, dan perlindungan HAM global banyak terinspirasi oleh kerangka Kelsen.